Banyak Diekspor, Sepeda Motor Klasik Semakin Langka
Reporter: Tempo.co
Editor: Tempo.co
Jumat, 22 Juni 2012 15:54 WIB
Motor Retro Klasik. (tmcblog)
Iklan
Iklan

TEMPO.CO, Yogyakarta - Keberadaan sepeda motor klasik dan antik semakin sedikit di Yogyakarta. Kendaraan bermotor yang dikategorikan klasik dan antik adalah yang diproduksi sejak awal adanya sepeda motor pada 1893 hingga 1965.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jumlah sepeda motor antik itu semakin tergerus akibat dari penjualan ke luar negeri. Sebab harga jual sepeda motor antik sangat menggiurkan. Selain itu, bagi yang tidak tahu harga jualnya, justru 'disembelih' atau dijual kiloan di pasar loak. "Penjualan motor klasik dalam satu bulan bisa dua hingga lima unit dengan kontainer ke luar negeri," kata Eko Sugeng Rohedi, pencinta dan kolektor sepeda motor klasik di Yogyakarta, Jumat, 22 Juni 2012.

Ia berkisah, sebelum marak penggemar sepeda motor klasik alias kuno dan antik, banyak yang belum tahu bahwa kendaraan buatan luar negeri, terutama Amerika dan negara-negara Eropa, itu sangat berharga. Akibatnya, mesin dan bodi sepeda motor dipereteli dan hanya dijual kiloan di pasar klitikan atau pasar loak. Harganya, jelas tidak sepadan dengan nilai barang dan sejarah kendaraan itu sendiri.

Berbagai macam merek sepeda motor klasik itu produksi luar negeri. Dari Amerika Serikat, yang masih diproduksi hingga saat ini adalah Harley Davidson. Juga ada merek yang sudah bergabung dengan Harley, yaitu Indian.

Dari Italia, yang masih diproduksi yaitu merek Ducati. Menyeberangi negara sedikit, ada pula sepeda motor BMW asal Jerman. Di luar itu semua, ada juga yang sudah tidak diproduksi lagi, seperti DKW, BSA, Pope, juga Handerson, serta merek lainnya.

Kini sepeda motor yang disebut klasik itu harganya sangat tinggi, bahkan mencapai Rp 1 miliar, bergantung pada kondisi, sejarah, dan keasliannya. "Dulu, bayangkan saja, mesin motor klasik hanya dijual Rp 30 ribu dengan cara kiloan," kata dia.

Saat ini, karena semakin banyak penggemar sepeda motor klasik, maka harganya pun semakin tinggi. Di Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri, saat ini ada sekitar 1.000 sepeda motor klasik yang dimiliki oleh sekitar 600-an pencinta sepeda motor klasik.

Ia menambahkan, dari sisi sejarah, banyak sepeda motor antik yang digunakan untuk keperluan perang. Maka tidak mengherankan ada sepeda motor yang di sampingnya ada mesin dan tempat duduk penumpang. "Supaya motor klasik tidak dijual ke luar negeri, maka seharusnya ada payung hukum yang mengayomi," kata Eko.

Salah seorang pengurus Motor Antique Club Yogyakarta, Lulut Wahyudi, menyatakan, para penggemar sepeda motor klasik banyak yang mendapatkan kendaraan secara tidak utuh. Lalu bagian-bagian sepeda motor yang dijual terpisah itu dirangkai kembali.

Persoalannya adalah sepeda motor yang disebut klasik, antik, dan tua itu banyak yang tidak lengkap surat-surat kendaraannya. "Bayangkan saja, barang yang dibeli itu berasal dari masa penjajahan. Mana ada surat-surat kendaraannya," kata dia.

Maka ia dan para pencinta sepeda motor klasik pernah beraudiensi dengan pihak kepolisian maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk menyikapi masalah surat-surat kendaraan antik ini. "Permintaan kami sederhana, supaya motor klasik juga ada surat-suratnya. Terserah yang berwenang untuk mengambil kebijakannya," kata Lulut.

MUH SYAIFULLAH

Iklan

 

 

 

BERITA TERKAIT


Rekomendasi