Ban Impor Harus Diverifikasi, Produsen Ban Lokal Optimistis
Reporter: Tempo.co
Editor: Saroh mutaya
Selasa, 7 Maret 2017 18:09 WIB
Seorang pekerja sedang memeriksa kualitas ban, terlihat tumpukan ban mobil yang sedang diperiksa. Saat ini industri di Korea Selatan mengalami kelesuan, pada bulan Februari terjadi penurunan secara signifikan. Geumsan, Korea Selatan, 2 Maret 2015. SeongJoon Cho/Getty Images
Iklan
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Kalangan produsen ban di dalam negeri meyakini serapan pasar domestik atas produksi ban lokal akan lebih baik pada tahun ini, setelah pemerintah memberlakukan kewajiban verifikasi untuk ban impor mulai awal tahun in.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menurut catatan Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia (APBI), kebutuhan ban domestik dalam setahun mencapai 16 juta—17 juta unit, sedangkan sekitar 4 juta—5 juta unit masih dipenuhi dari impor. Artinya, produsen ban domestik hanya memenuhi sekitar 65 persen dari total kebutuhan ban.

Ketua Umum APBI Azis Pane mengemukakan serapan ban produksi lokal diharapkan membaik pada tahun ini karena pemerintah baru saja mewajibkan verifikasi ban impor. Selama ini, industri kesulitan bersaing di pasar tertentu dengan impor ban asal Cina yang kian marak.

Dengan adanya peraturan tersebut, ucapnya, industri ban domestik lebih ada kepastian untuk memanfaatkan pasar dalam negeri. “Selama ini industri mengekspor sebagian besar produksinya karena ban di dalam negeri sudah banjir ,” katanya kepada Bisnis, Senin (6 Maret 2017).

Azis menjelaskan dengan adanya verifikasi maka karakteristik ban yang diimpor akan diawasi secara mendetail. Dia mencontohkan sebelum ada ke wajiban itu, importir kerap memasukkan ban dengan lapisan 18PR sedangkan ketentuan SNI menyebut aturan lapisan ban yaitu 16PR.

“Di SNI sudah ada ketentuannya 16PR, tapi mereka masukkan yang 18PR dengan memanipulasi nomor HS. Kalau tidak ada proses verifikasi, ketentuan lapisan itu tidak diperhatikan. Akhirnya, ban produsen lokal tidak laku karena memproduksi yang 16PR. Tahun ini seharusnya industri ban nasional lebih sehat,” kata Azis.

Azis merujuk pada SK Menteri Perdagangan No. 77/2016 yang berlaku mulai 1 Januari 2017. Beleid tersebut mewajibkan para importir ban mengajukan rekomendasi teknis terlebih dahulu ke Kementerian Perindustrian sebelum mengajukan izin pemasukan ke Kementerian Perdagangan.

Ada beberapa hal yang harus ditempuh oleh para importir sebelum memasukkan ban dari negara lain. Pertama, mereka ha rus melalui proses verifi kasi oleh KSO untuk memastikan kualitas ban yang diimpor. Kedua, importir harus melalui tahap pemeriksaan kode HS yang spesifi k sehingga tidak ada lagi terjadi manipulasi.

Dengan harus melalui proses verifi kasi, importir ban harus membayar biaya lebih besar untuk dapat memasukkan ban. Dengan mekanisme seperti ini, industri ban nasional optimistis daya saing produksi lokal dapat lebih baik. Data yang dihimpun APBI menunjukkan pada tahun lalu, produksi ban roda empat dalam negeri mencapai 72,2 juta unit, naik 6 persen dari capaian tahun sebelumnya. Pertumbuhan produksi pada tahun lalu melambat dari pertumbuhan produksi selama 2015-2016 yang menyentuh 8,2 persen.

Untuk produksi ban kendaraan roda dua, pada 2016 industri memproduksi 61,8 juta unit ban, naik 4 persen dari capaian output pada tahun sebelumnya. Pada tahun ini, industri ban memprediksi produksi juga akan tumbuh pada level 6 persen. Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono menyebutkan mulai tahun ini, Kemenperin berwenang memberikan rekomendasi ban impor.

Oleh karena itu, dokumen re komendasi diberikan hanya setelah pemerintah mengetahui posisi kebutuhan pasar atas produk ban. “Belum banyak yang mengajukan un tuk tahun ini. Aturan ini jadi salah satu instrumen untuk me ningkatkan daya saing industi ban lokal,” jelas Sigit.

Dia mengemukakan kementerian terkait akan melakukan evaluasi setiap 3 bulan guna memastikan industri ban domestik tidak lagi terluka dengan banjir nya ban impor asal Cina.BISNIS.COM

Iklan

 

 

 

BERITA TERKAIT


Rekomendasi