Begini Aturan tentang Mobil Hybrid dan Listrik
Reporter: Tempo.co
Editor: Saroh mutaya
Rabu, 12 April 2017 07:00 WIB
Interior dari mobill "Police Responder Hybrid" yang diperkenalkan di 11th Avenue, New York, 7 April 2017. Ford mengklaim mobil patroli terbaru itu mampu menghemat biaya operasonal hingga sekira 3.877 dolar AS dari setiap mobil per tahun. AP/Julie Jacobson
Iklan
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akhirnya menerbitkan regulasi yang menjadi acuan pengembangan kendaraan hybrid dan listrik, yakni Peraturan Presiden Nomor 22/2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional. Beleid ini ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada 2 Maret 2017.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lampiran beleid tersebut menyebutkan bahwa pemerintah akan mengembangkan kendaraan bertenaga listrik/hybrid pada 2025 sebanyak 2.200 unit untuk roda empat dan 2,1 juta untuk kendaraan roda dua.

Sebagai instrumen pendukung, pemerintah juga menyiapkan kebijakan pemanfaatan kendaraan bermotor berbahan bakar bensin dan ethanol (flexi-fuel engine) dan menyusun kebijakan insentif fiskal untuk produksi mobil dan motor listrik.

Pemberian insentif ini merupakan salah satu langkah yang diandalkan oleh pemerintah untuk memancing minat produsen dalam mengembangkan kendaraan hybrid/listrik. Pemberian insentif juga ditujukan untuk menekan harga jual.

Simak: Agar Gardan Motor Matik Berumur Panjang  Pengguna Premium Makin Banyak ke Pertalite, Mengapa?Hasil Formula 1 GP Cina dan Klasemen PembalapSkutik Listrik Gesits Gandeng Industri Komponen LokalRibuan Pecinta Motor Sport Ramaikan Touring Honda CBR250RR

“Mobil hybrid dan listrik kan masih mahal, jadi perlu insentif fiskal untuk menekan harga,” kata Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Pertahanan Kementerian Perindustrian Yan Sibarang kepada Bisnis, Senin, 10 April 2017.

Selain menekan tingkat polusi udara, pengembangan kendaraan bertenaga hybrid/listrik ini juga bertujuan untuk mengurangi kendaraan berbahan bakar fosil. Transportasi saat ini menjadi sektor pengguna bahan bakar minyak (BBM) terbesar, yakni mencapai 90 persen pada 2015.

Pemerintah memproyeksikan konsumsi BBM itu akan turun menjadi 83,5 persen pada 2025 dan menjadi 72,9 persen pada 2050, sejalan dengan diversifikasi atau peningkatan penggunaan jenis energi lainnya, seperti bahan bakar nabati (BBN), gas bumi, dan listrik.

“Atas dasar itulah pemerintah terus mendorong pengembangan dan penggunaan kendaraan berbahan bakar hybrid atau listrik,” ujar Yan.

Sejak tahun lalu, Kementerian Perindustrian memang terus mengupayakan pemberian insentif untuk kendaraan jenis ini melalui program low carbon emission vehicle (LCEV). Jenis kendaraan yang dicakup adalah berbahan bakar gas, mobil hybrid, dan mobil listrik.

Tak hanya itu, Kemenperin juga merumuskan mekanisme penerapan pajak kendaraan berdasarkan emisi karbon atau carbon tax. “Yang kami usulkan pajak tidak lagi berdasarkan isi silinder, tetapi tingkat karbon yang dikeluarkan,” kata Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elekronika Kemenperin I Gusti Putu Suryawirawan.

Sejumlah agen pemegang merek (APM) saat ini telah memasarkan mobil hybrid di Tanah Air, termasuk PT Honda Prospect Motor, PT Toyota Astra Motor, PT Nissan Motor Indonesia, dan Lexus Indonesia.

Sejauh ini, APM tidak menargetkan volume penjualan untuk kendaraan jenis ini. Selain karena harga yang masih sangat mahal, edukasi terhadap masyarakat terkait keuntungan penggunaan mobil hybrid juga masih terbilang minim.

“Dari kami juga tidak ada target, lebih ke arah edukasi ke pelanggan otomotif mengenai teknologi terbaru yang ramah lingkungan dan hemat bahan bakar,” kata Fransiscus Soerjopranoto, Executive General Manager PT Toyota Astra Motor.

BISNIS.COM

Iklan

 

 

 

BERITA TERKAIT


Rekomendasi