Uniknya Ojek Online Difabel Yogya, Rambah Kota Lain
Reporter
Pribadi Wicaksono (Kontributor)
Editor
Eko Ari Wibowo
Senin, 2 Desember 2019 10:52 WIB
TEMPO.CO, Yogyakarta - Layanan ojek special bagi penyandang difabel asal Yogyakarta, Difa Bike, tak hanya beroperasi di Kota Yogya.
Layanan yang sudah berdiri sejak 2014 silam itu, memulai ekspansi ke kota kota lain tahun 2019 ini.
Operator yang mempekerjakan seluruh drivernya dari kalangan difabel ini sudah mulai memperluas layanannya ke dua kota Indonesia yakni Sidoarjo Jawa Timur dan Banjarmasin Kalimantan Selatan.
“Ya memang masih sangat terbatas. Tapi sudah ada permintaan untuk penyediaan layanan Difa Bike ini di Sidoarjo dan Banjarmasin itu,” ujar pendiri Difa Bike Triyono kepada Tempo di markas Difa Bike di Jalan Srikaloka kampung Bugisan Patangpuluhan Wirobrajan Kota Yogya Rabu 27 November 2019.
Di Sidoarjo, Difa Bike mendapatkan order pembuatan satu unit moda layananan berupa motor dengan side van (boncengan samping) dilengkapi pendukung ramah difabel.
Sedang di Banjarmasin ada permintaan pembuatan sebanyak 10 unit moda yang difasilitasi pemerintah daerah setempat.
Triyono menuturkan, pembuatan moda layanan Difa Bike sendiri menggandeng bengkel las setempat dengan modifikasi sesuai permintaan atau kondisi driver difabel.
“Biaya membuat armada termasuk motor dan modifikasinya butuh sekitar Rp 15-20 juta, sesuai dengan kebutuhan pengemudi” ujarnya.
Misalnya saja pedal gas yang ada dipindah ke bagian tangan kanan pada motor matic atau dipindah ke sebelah kiri. Lalu bagian samping atau belakang diberikan kursi roda bagi difabel yang menggunakan kursi roda sehingga difabel yang hendak bepergian tidak perlu susah payah membawa kursi rodanya sendiri.
Triyono sendiri mengaku bersyukur layanan yang dikembangkannya mulai bisa memberdayakan para difabel di usia produktif mereka. Namun di satu sisi ia masih miris dengan absennya regulasi yang memungkinkan kelompok difabel dapat berusaha atau mengembangkan usaha.
Triyono yang berhasil memberdayakan 26 driver difable di Difa Bike, mengakui difabel seolah masih dibatasi hanya bisa berhimpun di organisasi berbentuk layanan social seperti organisasi penyandang difabel (OPD) atau semacam yayasan. Padahal menurutnya kelompok difabel seharusnya difabel ini bisa bergerak di ranah social enterprise. Atau bentuk organisasi yang memungkinkan mengembangkan usaha.
“Tapi dilemanya, ketika difabel di Indonesia mengembangkan usaha, ada regulasi lain yang memberlakukannya sama seperti unit usaha lain yang dibebani pajak sama tinggi dengan perusahaan komersil umum lain,” ujarnya.