Komunitas Mercedes-Benz Banten Keliling Dunia Naik Mercy Tua
Reporter
Pribadi Wicaksono (Kontributor)
Editor
Wawan Priyanto
Minggu, 8 Desember 2019 07:28 WIB
TEMPO.CO, Yogyakarta - Sebanyak tujuh orang anggota Mercedes-Benz Club Banten baru saja menyelesaikan misi gilanya menempuh perjalanan sepanjang 87 ribu kilometer berkeliling dunia menggunakan Mercy tua.
Selama 1,5 tahun, sejak Mei 2018 dan baru kembali Indonesia pada Oktober 2019 lalu, tim yang menamakan misinya Mengembara Lintas Benua atau MLB itu berhasil melintasi 49 negara di tiga benua.
Dua Mercy tua yakni Mercy 280 E atau dikenal sebagai Mercy Tiger (W123) buatan tahun 1995 dan Mercy G300 W463 1983 menjadi teman perjalanan yang diperkirakan telah menghabiskan biaya lebih dari Rp 3 miliar tanpa satu pun sponsor itu. Seluruh biaya merupakan patungan tim itu, khususnya dari anggota yang memiliki usaha sendiri?
"Harusnya kami bisa melintasi 53 negara, tapi di 4 negara kami dilarang melintas," ujar tim leader MLB yang juga anggota Mercedes-Benz Club Banten, Aminulloh, ditemui Tempo di sela menghadiri Jambore Nasional Mercedes Benz ke-14 di Candi Prambanan Yogyakarta, 7 Desember 2019.
Aminulloh menceritakan perjalanan tim itu dimulai dari Banten menuju Singapura via Batam. Dari Singapura, perjalanan mulai menerabas jalanan negara Asia seperti Malaysia, Thailand, Myanmar, India lalu Pakistan.
Dari situ perjalanan berlanjut ke Iran, Turki, dan kemudian masuk benua Eropa.
"Seluruh Eropa kami lintasi, dimulai dari selatan atau Yunani lalu ke Albania sampai Eropa utara, jadi total 49 negara," ujarnya.
Negara yang gagal mereka lintasi rata rata karena faktor keamanan juga kelengkapan adminsitrasi yang mereka bawa. Seperti Tunisia, Mesir, Ukraina dan Maroko.
Aminulloh menuturkan timnya yang terlibat ada yang bertugas sebagai mekanik, road manager, juga penulis, dan film maker. Dari jumlah itu enam orang dewasa dan satu anak lelaki berusia 7 tahun. Anak yang diajak merupakan putra dari pasangan yang ikut tim itu.
Aminulloh bersyukur karena diberi keselamatan dan kemudahan saat menempuh perjalanan penuh cerita itu. Hampir setiap klub Mercedez-Bens di negara yang disambangi menyambut hangat kedatangan mereka.
"Tapi kami sempat berhenti lama karena sempat tidak bisa masuk Pakistan," ujarnya. Pakistan sempat tak bisa dilalui karena kondisinya menurut Aminulloh tidak aman saat itu.
Selanjutnya, tertahan di Pakistan...
<!--more-->
Tim itu sempat pulang sebentar ke Indonesia namun mobil ditinggal di India. Setelah mendapati informasi situasi negara itu sudah kondusif, tim pun terbang lagi ke India mengambil mobil dan melanjutkan perjalanannya memasuki Pakistan.
"Alhamudillah akhirnya kami malah disambut pemerintah Pakistan dan di assist sampai perjalanan 1.000 kilometer," ujarnya.
Aminulloh dan timnya dengan sadar, sebelum memasuki wilayah baru mereka akan lebih dulu mencari tahu situasinya apakah aman atau tidak. Jika terpaksa melintasi daerah rawan konflik, tim memetakan rute mana paling aman dilalui.
Misalnya saat hendak melanjutkan perjalanan masuk Pakistan lewat Balochistan, tiga jam sebelumnya terjadi aksi bom bunuh diri di wilayah.
itu dan menewaskan 14 orang. Namun tim tak mundur dan memastikan situasi benar benar aman untuk dilalui.
"Kami tak hanya cari informasi dari media mainstream, itu nggak akan cukup. Kami juga komunikasi dengan banyak sumber yang tahu situasi jalur yang akan dilalui," ujarnya.
Soal kondisi mobil yang digunakan, Aminullah mencontohkan sempat mengalami baut as roda salah satu mobil putus di kedalaman 212 di bawah permukaan laut saat mereka melintasi Norwegia.
"Kami juga sudah siapkan semua spare part untuk berjaga yang kami simpan di rack roof (atas mobil). Cuma kalau pas ada yang rusak seperti di Norwegia itu dan pas tak ada yang jual, kami minta bantuan teman komunitas di Indonesia untuk kirim spare part," ujarnya.
Selama setahun lebih perjalanan, Amiulloh bersyukur kerusakan yang masalah mobil yang dialami hanya persoalan sepele, bukan sektor berat seperti mesin. Seperti karet sil kaki kaki yang bermasalah, baut as roda, dan spare part lain yang kecil kecil.
Selanjutnya, drama di medan berat...
<!--more-->
Sebab saat melintasi 49 negara itu mereka juga tak menyambangi bengkel melainkan hanya mengandalkan mekanik yang dibawa. Dua mobil yang merupakan jenis cross country vehicle itu cukup bisa diandalkan.
Aminulloh mengaku wilayah dengan medan paling berat mereka lalui adalah Asia Tengah. Terutama saat tim masuk Kazakhstan, Kirgistan, dab Uzbekistan.
" Di Kirgistan kami menempuh jarak yang hanya 300 kilometer tapi sampai makan waktu dua hari karena jalannya gravel atau berbatu batu dan konturnya naik turun tanpa sedikitpun aspal," ujarnya.
Padahal dalam satu hari tim bisa melibas jarak 700-800 kilometer. Di Asia Tengah, Aminulloh bersyukur pula mereka tak menemui kendala walau sempat dilarang pihak kedutaan besar republik Indonesia di sana untuk melintas malam hari.
Dari perjalanan yang ditempuh, Aminulloh mengatakan pengeluaran terbesar untuk membeli bahan bakar minyak (BBM) dan akomodasi.
"Misi kami dari perjalanan keliling dunia itu sebenarnya hanya ingin mengetahui sesuatu yang bisa kami pelajari dari Indonesia. Dan kami sekarang bersyukur, Indonesia dengan segala masalahnya, cuacanya, dan sebagainya kami anggap tetap negara paling nyaman," ujarnya.