Karbo Dioksida Bisa Jadi BBM, Ini Alasan Belum Dijual Bebas

Reporter

Terjemahan

Senin, 23 Maret 2020 12:35 WIB

Karbon dioksida diubah menjadi bahan bakar. Sumber: auto evolution.com

TEMPO.CO, Jakarta - Karbon dioksida bisa menjadi bahan bakar masa depan dengan memisahkan dari molekul udara. Sebenarnya teknologi pemisahan ini sudah ada sejak 1950-an hanya saja teknologi penguraian secara langsung baru dikembangkan 1990-an. Hanya saja, biaya yang dibutuhkan dalam pemisahan tersebut tidak sedikit.

Salah satu perusahaan di garis depan teknologi ini adalah Carbon Engineering (CE). Perusahaan ini didukung oleh Bill Gates, BHP, Oxy Low Carbon Ventures dan Chevron Technology Ventures. CE telah memiliki satu pabrik dan operasi yang tidak hanya mengumpulkan CO2 dari atmosfer tetapi juga memiliki kemampuan untuk mengubahnya menjadi bahan bakar yang dapat digunakan adalah sebuah pencapaian yang pentingnya.

Proses ini disebut penguraian udara ke bahan bakar yang dicapai melalui tiga langkah. Pertama, CO2 dari udara ditangkap melalui penggunaan kipas dan beberapa struktur seperti sarang lebah yang menjebak molekul-molekulnya. Selanjutnya, elektrolisis digunakan untuk membuat hidrogen dan oksigen keluar dari air dan pada langkah terakhir, CO2 dikombinasikan dengan hidrogen dan campuran disintesis menjadi bahan bakar.

Masalahnya adalah sumber listrik yang digunakan untuk proses elektrolisis serta memberi daya seluruh udara untuk bahan bakar pabrik. Jika ini berasal dari sumber yang terbarukan, maka prosesnya benar-benar bersih, tanpa emisi atau produk sampingan yang berbahaya.

Menurut CEO CE, Steve Oldham, bahan bakar yang diproduksi melalui proses ini sebenarnya lebih unggul daripada yang diperoleh melalui pemrosesan minyak bumi. Dia bahkan melangkah lebih jauh dengan bahan bakar dengan kekuatan yang bahkan lebih besar daripada minyak. CE menyatakan memiliki rencana untuk meluncurkan secara komersial dalam waktu sekitar lima tahun dari sekarang.

Advertising
Advertising

Kendala utama yang mencegah hal ini sekarang adalah biaya produksi hidrogen dengan memecah molekul air, karena ini merupakan proses yang intensif energi yang membutuhkan banyak listrik. Mungkin jika hidrogen, dikatakan sebagai unsur paling melimpah di alam semesta, akan datang dari sumber lain yang lebih mudah, biaya produksi bahan bakar sintetis ini akan turun secara dramatis.

Carbon Engineering mengatakan perlu dukungan finansial dan teknis dari pemain mapan di pasar bahan bakar global. Perusahaan minyak ini tidak berkontribusi untuk mengembangkan teknologi ini hanya untuk kemudian membelinya dan menekannya untuk terus menjual bahan bakar berbasis minyak.

Argumen di sini adalah bahwa melalui jaringan distribusi bahan bakar pemain yang sudah mapan ini, bahan bakar baru ini akan menjangkau konsumen jauh lebih cepat daripada dengan sumber daya terbatas yang dimiliki perusahaan kecil seperti CE.

AUTO EVOLUTION

Berita terkait

Sebut Sektor Migas Masih Menjanjikan, Kementerian ESDM Catat Komitmen Eksplorasi Rp 15 Triliun Sejak 2021

6 jam lalu

Sebut Sektor Migas Masih Menjanjikan, Kementerian ESDM Catat Komitmen Eksplorasi Rp 15 Triliun Sejak 2021

Kementerian ESDM menyatakan sektor minyak dan gas atau migas di Indonesia masih menjanjikan.

Baca Selengkapnya

BPH Migas Minta PT KAI Optimalkan Pemanfaatan BBM Bersubsidi

1 hari lalu

BPH Migas Minta PT KAI Optimalkan Pemanfaatan BBM Bersubsidi

Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi atau BPH Migas mendorong PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) memaksimalkan pemanfaatan BBM bersubsidi.

Baca Selengkapnya

Kementerian ESDM Buka Lelang 5 Wilayah Kerja Migas pada 2024

2 hari lalu

Kementerian ESDM Buka Lelang 5 Wilayah Kerja Migas pada 2024

Kementerian ESDM membuka penawaran sebanyak lima wilayah kerja minyak dan gas (migas) pada lelang Wilayah Kerja (WK) Migas Tahap I Tahun 2024.

Baca Selengkapnya

Luhut Soal Pertalite dan Bioetanol, Berikut Daftar BBM yang Pernah Dihapus Pemerintah

4 hari lalu

Luhut Soal Pertalite dan Bioetanol, Berikut Daftar BBM yang Pernah Dihapus Pemerintah

Isu penghapusan BBM pertalite dibantah Pertamina. Sebelumnya Luhut sebut penggantian pertalite dengan bioetanol. "Harus ke sana larinya," katanya.

Baca Selengkapnya

Indonesia-Glencore Bakal Akuisisi Aset Minyak Shell di Singapura, Target Rampung Akhir Tahun Ini

5 hari lalu

Indonesia-Glencore Bakal Akuisisi Aset Minyak Shell di Singapura, Target Rampung Akhir Tahun Ini

Tercapainya kesepakatan mengakuisisi aset minyak Shell di Singapura semakin memperkuat ketahanan bisnis PT Chandra Asri Pacific Tbk.

Baca Selengkapnya

Pertamina Patra Niaga Pastikan Masih Salurkan Pertalite Sesuai Penugasan

8 hari lalu

Pertamina Patra Niaga Pastikan Masih Salurkan Pertalite Sesuai Penugasan

PT Pertamina Patra Niaga mmasih menyalurkan BBM jenis Pertalite (RON 90) kepada masyarakat sesuai kuota tahun 2024 yang ditetapkan pemerintah

Baca Selengkapnya

PT Sunindo Pratama Raup Laba Bersih Rp 33,4 Miliar di Kuartal Pertama 2024

9 hari lalu

PT Sunindo Pratama Raup Laba Bersih Rp 33,4 Miliar di Kuartal Pertama 2024

Laba bersih meningkat 68,6 persen secara tahunan (yoy).

Baca Selengkapnya

Pertamina Hulu Energi: Produksi Migas 1,04 Juta Barel per Hari Triwulan I-2024

12 hari lalu

Pertamina Hulu Energi: Produksi Migas 1,04 Juta Barel per Hari Triwulan I-2024

Hingga Maret 2024, Pertamina Hulu Energi juga mencatatkan kinerja penyelesaian pengeboran tiga sumur eksplorasi.

Baca Selengkapnya

Jokowi soal Rencana Pemberian Insentif Mobil Listrik: Masih Dibicarakan

13 hari lalu

Jokowi soal Rencana Pemberian Insentif Mobil Listrik: Masih Dibicarakan

Presiden Joko Widodo alias Jokowi buka suara soal kelanjutan rencana pemerintah memberi insentif untuk mobil hybrid.

Baca Selengkapnya

Gedung Putih Minta Rusia Dijatuhi Sanksi Lagi karena Kirim Minyak ke Korea Utara

14 hari lalu

Gedung Putih Minta Rusia Dijatuhi Sanksi Lagi karena Kirim Minyak ke Korea Utara

Gedung Putih menyarankan agar Rusia dijatuhi lagi sanksi karena diduga telah secara diam-diam mengirim minyak olahan ke Korea Utara

Baca Selengkapnya