Indonesia Kejar Investasi Pengembangan Baterai Mobil Listrik, Mengapa?
Reporter
Antara
Editor
Jobpie Sugiharto
Senin, 9 November 2020 19:54 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perindustrian berkomitmen untuk mendorong investasi pengembangan baterai guna menjadi pemain yang kompetitif dalam industri kendaraan atau mobil listrik (electric vehicle/EV).
Direktur Industri Logam Ditjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Budi Susanto, mengatakan investasi di sektor baterai adalah langkah strategis untuk membantu mewujudkan Indonesia sebagai salah satu pemain utama dalam sektor industri mobil listrik.
"Indonesia memiliki sumber bahan baku penyusun baterai lithium, seperti nikel, cobalt, mangan, alumunium dan ferrum yang cukup melimpah,” papar Budi dalam siaran pers di Jakarta hari ini, Senin, 9 November 2020.
Direktur Jenderal ILMATE Kemenperin, Taufiek Bawazier menyatakan, usia baterai untuk mobil listrik bisa 10-15 tahun. Artinya, sepuluh tahun ke depan perlu dipersiapkan fasilitas recycling (daur ulang) untuk memperoleh nilai tambah baru berupa material di dalamnya seperti lithium, nikel, cobalt, mangan, dan copper.
Menurut Taufiek, penguasaan teknologi recycling perlu dipikirkan dari sekarang, seperti hydrometalurgi dan juga penggunaan teknologi AI dan robotik termasuk skill baru dalam pemrosesan baterai listrik.
Baterai listrik terdiri dari cell, modul, dan pack yang masing-masing diikat kuat oleh perekat yang membutuhkan keahlian khusus. Prasarat safety dan treatment baterai listrik berbeda dengan treatment baterai non-lithium.
“Setiap cell atau modul, dan pack berbeda bentuk, ada yang silinder atau prismatik. Semuanya berbeda tipe di setiap mobil listrik,” tuturnya.
Taufiek mengungkapkan, proses daur ulang dapat meningkatkan pemanfaatan material.
“Namun demikian, yang terpenting adalah mobil listrik dan baterai listrik dapat diproduksi di dalam negeri," ucapnya.