Mobil listrik Hyundai Kona Electric saat mengisi daya menggunakan "mobile charging" di Sirkuit Internasional Sentul, Bogor, Jawa Barat, Jumat, 19 Maret 2021. ANTARA/Fathur Rochman
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa pada November tahun lalu mengatakan, adaptasi terhadap penggunaan mobil listrik di Indonesia menemui sejumlah kendala.
Selain karena harga mobil listrik yang lebih mahal dari mobil berbahan bakar minyak. Ketersediaan stasiun pengisian atau charging station masih minim. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat jumlah stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) sebanyak 93 unit di 66 lokasi hingga Desember 2020. Lalu jumlah stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU) terbilang masih sedikit jika dibandingkan cita-cita Indonesia yang ingin menjadi pasar mobil listrik ini.
Namun mengingat Indonesia sebagai negara yang memiliki kekayaan alam yang luar biasa. Rasanya banyak faktor juga yang mendukung Indonesia memproduksi mobil listrik ini. Kekayaan alam tersebut juga harus didukung oleh kualitas sumber daya manusianya agar mampu menjadi produsen utama dalam industri mobil listrik ini.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada 2018 mengatakan, sudah ada industri pengolahan nikel murni yang berinvestasi di Morowali dan Halmahera. Selain itu, ada satu bahan lainnya seperti kobalt yang dapat mendukung pembuatan baterai untuk mobil listrik.
Menurut pernyataan Menteri Badan Usaha Milik Negara Indonesia(BUMN) Erick Thohir, PLN sudah on-track dan sudah ikut dalam konsorsium BUMN untuk pembuatan EV battery bekerja sama dengan perusahaan dari Korea dan Cina.
Kolaborasi PLN dan Huawei Kembangkan Joint Innovation Center
2 hari lalu
Kolaborasi PLN dan Huawei Kembangkan Joint Innovation Center
Kolaborasi Joint Innovation Center (JIC) dengan PT Huawei Tech Investment yang akan menjadi salah satu fondasi pengembangan teknologi ketenagalistrikan baru di bidang ICT.