TEMPO.CO, Jakarta - Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 34 Tahun 2017 yang mengatur perakitan kendaraan dalam bentuk IKD (incompletely knocked down) atau impor kendaraan dalam keadaan terurai tidak lengkap ditetapkan pada 4 September 2017. Aturan ini menyempurnakan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 59 Tahun 2010.
Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongki D. Sugiarto mengatakan aturan ini diharapkan mendorong merek-merek yang volume penjualan per modelnya masih kurang dari 5.000 unit per tahun. Dengan demikian, mobil yang kurang laris akan terpacu penjualannya.
Baca: GIIAS Surabaya: 515 Unit Mobil Honda Terjual, Brio Terlaris
“Ini kan diatur volume maksimalnya. Jadi tidak akan mengganggu pabrikan yang sudah investasi banyak di sini,” ucapnya, Senin, 23 Oktober 2017.
Selain mengatur volume kendaraan yang diperbolehkan IKD, Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 34 Tahun 2017 mengatur nilai set kendaraan bermotor yang hendak memanfaatkan aturan tersebut. Pasal 13 peraturan itu menyebutkan nilai set kendaraan bermotor IKD paling sedikit Rp 150 juta.
Jongki, menjelaskan nilai set tersebut belum termasuk biaya perakitan dan margin keuntungan perusahaan. “Kalau harga jualnya, bisa lebih dari Rp 500 juta,” ujarnya.
Pasal 23 peraturan itu mengatur batas minimal penggunaan komponen dalam negeri. Setiap sedan, kendaraan penumpang 4 x 2, dan kendaraan penumpang 4 x 4 paling sedikit menggunakan tujuh jenis komponen dalam negeri.
Baca: APM Menunggu Kebijakan Penurunan Pajak Sedan
Sementara itu, sedan, kendaraan penumpang 4 x 2, dan kendaraan penumpang 4 x 4 dalam kondisi bodi telah disambung serta dicat paling sedikit menggunakan tujuh jenis komponen lokal.
Dalam proses manufakturnya, pemerintah membebaskan setiap merek untuk memproduksi sendiri atau melibatkan pihak lain. Begitu juga dalam hal pengadaan komponen lokal.