TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah perlu menetapkan masa transisi untuk penggunaan mobil listrik maupun sepeda motor tenaga listrik. Masa transisi diperlukan untuk melakukan penyesuaian dari berbagai sektor, seperti teknologi, infrastruktur, sumber daya manusia, serta struktur industri penunjang.
Ketua Umum Ikatan Ahli Teknik Otomotif (IATO) Indonesia Gunadi Sindhuwinata mengatakan, ada banyak konsekuensi yang harus dihadapi saat pemerintah mulai memberlakukan penggunaan mobil listrik.
Baca: Bos Mitsubishi: Jika Tak Ada Subsidi, Mobil Listrik Tak Terbeli
Pertama tenaga kerja. Menurutnya, perlu ada pelatihan sumber daya manusia sehingga proses produksi benar-benar melibatkan pekerja lokal. Kedua masalah teknologi baterai, yang sampai saat ini masih menjadi isu utama, baik dari sisi model maupun proses daur ulang bangkai.
Ketiga edukasi ke masyarakat, dan keempat struktur industri. Pasalnya, motor listrik akan memangkas penggunaan komponen. Dengan kata lain, akan banyak produk komponen yang tidak terserap seiring berkurangnya produksi dan penggunaan kendaraan bermesin konvensional.
“Kendaraan listrik membawa banyak perubahan. Di satu sisi ada banyak komponen yang akan berkurang. Di sisi lain ada penambahan. Jadi perlu transisi agar tidak ada gejolak,” katanya di sela-sela “Small Engine Technology Conference” di Jakarta, Rabu, 15 November 2017.
Gunadi menambahkan, dalam menghadapi perubahan teknologi produsen kendaraan bermotor selalu menerapkan masa transisi atau transformasi. Dia mencontohkan pemassalan penggunaan sepeda motor konvensional yang membutuhkan waktu selama delapan tahun.
Baca: Kata Menteri Airlangga Usai Menjajal Nissan Note e-Power
Menurutnya, sembari produsen otomotif nasional mengembangkan teknologi, pemerintah harus menyiapkan teknis dari transisi tersebut. “Sesuatu harus diberikan target. Ini (transisi) bisa dilakukan sambil berjalan,” ujarnya.