TEMPO.CO, Jakarta - Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) mengingatkan, bahwa bahan bakar minyak atau BBM dengan oktan rendah seperti Premium bisa memicu penyakit mematikan seperti kanker. “Sangat berbahaya untuk kesehatan. BBM oktan rendah bisa memicu berbagai penyakit, termasuk kanker,” kata Diretur Eksekutif KPBB Ahmad Safrudin di Jakarta, kemarin.
Safrudin menjelaskan, BBM oktan rendah akan membuat pembakaran di dalam mesin menjadi tidak sempurna. Ini terjadi, karena terbakarnya BBM di dalam ruang bakar hanya hanya karena tekanan mesin bukan karena percikan api dari busi. Akibatnya, selain menjadikan mesin mengelitik (knocking), juga membuat banyak BBM terbuang dan menjadi emisi hidrokarbon, karbon monoksida (CO), dan nitrogen dioksida melalui knalpot. “Emisi hidrokarbon inilah yang memicu kanker,” tegas Safrudin.
Baca Juga:
Menurut Safrudin, KPPB telah melakukan penelitian bersama Universitas Indonesia (UI). Hasilnya menunjukkan, bahwa rata-rata air seni masyarakat Jakarta mengandung polysiclic aromatic hydrocarbons (PAH) 2.200 mg kreatinin. Angka tersebut, lanjut Safrudin sangat tinggi karena standar World Health Organizazation (WHO) hanya memperbolehkan
500 mg kreatinin.
Baca: Pertalite Digunakan di Motor Keluaran Lama, Ini Kata Komunitas
Selain itu, di dalam urine juga ditemukan benzene yang juga sangat tinggi, yaitu 8,9 mg. Angka tersebut jauh di atas standar WHO, yaitu maksimal hanya boleh 0,3 mg kreatinin.
Baca Juga:
“PAH dan benzene pada urine masyarakat Jakarta tersebut berasal dari pencemaran hidrokarbon kendaraan bermotor. Jadi wajar saja, jika angka penderita kanker di Jakarta tinggi dan terus meningkat,” imbuhnya.
Tak hanya kanker, berbagai penyakit lain yang tak kalah berbahaya, juga mengintai. “Selain itu, karbon monoksida yang dihasilkan juga bersifat racun dan nitrogen dioksida memicu penyakit paru-paru,” kata dia.
Direktur Kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, dr. Imran Agus Nurali juga menyebut bahaya BBM beroktan rendah seperti Premium bagi kesehatan. Menurut Imran, BBM oktan rendah akan mencemari lingkungan, yang pada ujungnya akan berdampak pula pada kesehatan manusia.
Baca: Standar Euro IV Dimulai 2018, Oktan Pertalite Naik Jadi 91?
“Mengganggu saluran pernafasan. Apalagi di jalanan yang padat kendaraan. Akan berisiko menyebabkan gangguan pernafasan. Yang punya risiko asma bisa lebih memicu asma, sampai jangka panjang adalah kanker paru-paru,” jelas Imran.
Dalam kaitan itulah, Imran menilai positif, berkurangnya konsumsi Premium di masyarakat yang dibarengi dengan peningkatan BBM dengan oktan lebih tinggi seperti Pertalite dan Pertamax. “Risiko pencemaran lingkungan yang hilirnya berdampak pula pada kesehatan manusia akan semakin rendah. Jadi memang lebih bagus kalau memang Premium berkurang,” ujar dia.