TEMPO.CO, Jakarta - Edi Suryadi tak menyangka penghasilannya sebagai tukang ojek kian berlipat setelah bergabung dengan Go-Jek. Sebelumnya, Edi adalah ojek pangkalan di Pasar Klender, Jakarta Timur. “Saya bergabung ke Go-Jek tahun 2014. Kini, penghasilan saya di Go-Jek lebih sejahtera daripada menjadi opang (ojek pangkalan). Setiap hari, saya rata-rata mendapat penghasilan Rp 200 ribu dari hasil narik Go-Jek,” ujar Edi saat dijumpai SWA Online di Pasar Malam Mitra Go-Jek di Gelora Bung Karno, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Sesekali, Edi bisa membawa pulang Rp 400 ribu per hari dari jasanya sebagai mitra pengemudi di Go-Jek ini. Ayah dari 2 anak ini menikmati pekerjaannya di Go-Jek. Dia mengatakan, bisa mengatur jadwal kerja dan mengantar kedua anaknya ke sekolah. Pria kelahiran 36 tahun silam ini memperoleh rata-rata pendapatan sekitar Rp 6 juta per bulan. Tentu saja, penghasilan itu lebih tinggi dari Upah Minimum Regional di Jakarta yang berkisar Rp 3,6 juta per bulan.
Edi yang menjadi tulang punggung ekonomi keluarganya berkeinginan untuk menyekolahkan anaknya ke perguruan tinggi. Harapan itu bukanlah mimpi di siang bolong. “Saya bisa menyisakan pendapatan untuk ditabung buat pendidikan anak-anak dan membahagiakan isteri,” ungkapnya.
Baca: Cara Go-Jek Mendorong Kemajuan UMKM Kuliner
Setali tiga uang, Ellon yang menjadi mitra pengemudi Go-Jek sejak sejak Januari 2016 ingin menggapai impian itu. Ellon memiliki 2 puteri yang saat ini bersekolah di SMP dan SD. Ellon yang berdomisili di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan ini mendapatkan motivasi dari sang isteri. “Rata-rata saya melayani 10 trip dalam sehari,” ujar pria kelahiran Pangandaran, Jawa Barat ini.
Ellon yang berusia 50 tahun beralih sebagai mitra pengemudi Go-Jek setelah menghitung-hitung penghasilan dari Go-Jek lebih tinggi daripada pekerjaanya di perusahaan. “Saya dulu kerja di salah satu perusahaan swasta, saya nyambi Go-Jek di kala itu. Di awal tahun 2017 sampai saat ini saya full time di Go-Jek,” tukas Ellon yang diganjar penghargaan dari Go-Jek di kategori Pendukung Inklusi Keuangan Indonesia.
Ia meraih penghasilan Rp 200 ribu-Rp 350 ribu per hari. Penghasilannya disisihkan untuk membayar premi asuransi di Allianz untuk anak dan isterinya. “Saya juga ikut program haji di Go-Jek, biaya dipotong Rp 300 ribu dari saldo saya untuk disimpan di Bank Permata Syariah," ujarnya. Kehidupan Ellon berangsur-angsur menjadi lebih sejahtera.
Hal yang sama dialami Heru Widyanto (39 tahun), penyandang tuna netra yang bergabung di Go-Massage. “Setelah bergabung di Go-Massage di tahun 2015, penghasilan saya semakin meningkat. Saya bisa membiayai anak hingga lulus kuliah D3,” ujar Heru.
Nanik, isteri Heru, menimpali penghasilan suaminya ini lebih tinggi dibandingkan ketika Unang hanya membuka jasa memijit di rumahnya. “Sekarang sudah bisa menabung,” ucap Nanik yang sungkan menyebutkan penghasilan suaminya di Go-Massage ini. Unang mengamini Nanik. “Dulu gak bisa kemana-mana, sekarang bisa ngajak jalan-jalan isteri dan anak-anak ke mall,” imbuh Heru seraya melemparkan senyum. Senyum Heru dan mitra Go-Jek lainnya inilah yang kerapkali menghiasi ruang publik. Senyum mereka itu juga dinantikan oleh anggota keluarga mereka yang menanti di rumah. “Alhamdulilah, rezeki dari Allah memang tidak tertukar,” pungkas Nanik.
Peningkatan kesejahteraan ini selaras dengan riset Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI). Hasil riset lembaga itu mengungkapkan pendapatan rata-rata pengemudi paruh waktu di Go-Jek itu 1,25 kali lebih besar daripada rata-rata upah minimum kota di 9 wilayah survei (Rp 2,8 juta per bulan). Riset LD FEB UI juga mengungkapkan bahwa 90 persen mitra pengemudi Go-Jek merasa kualitas hidupnya jauh lebih baik setelah bergabung dengan Go-Jek.
Baca: 4 Alasan Go-Jek Berani Merambah Pasar di Luar Negeri
Pada kesempatan terpisah, larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat disoroti oleh Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi dalam rangka menyusun regulasi bagi transportasi online. Menhub mengungkapkan pentingnya melakukan pengaturan itu karena selain berkaitan dengan keberlangsungan usaha, berkaitan juga dengan kesejahteraan mitra pengemudi.
”Tidak melakukan diskon berlebihan karena diskon berlebihan berpengaruh pada pendapatan driver-nya sendiri,” ungkap Budi Karya saat rapat membahas transportasi online dengan Komisi V DPR RI di gedung DPR, Senin 28 Mei 2018. Pada rapat yang juga dihadiri pihak Go-Jek, Grab, dan Organda, itu Budi mengungkapkan pada prinsipnya regulasi disusun harus memberikan kesempatan yang memadai bagi semua.