Setelah itu kopi 12 gram di cup diguyur air panas. Peserta kembali membaui aroma kopi yang ditubruk itu. Setelah 4 menit, mereka kemudian diminta menyeruput kopi dengan kuat. Seluruh kawasan lidah dari ujung lidah hingga langit-langit mulut akan basah jika kita menyeruputnya dengan kuat. Di kawasan itu pula kita bisa mengenang seluruh rasa yang pernah kita jumpai sejak kanak-kanak—dari rasa manis buah, rasa asam, pahit dan bahkan asin. Peserta kembali diminta menandai kopi mana yang disuka.
Baca: Ini Keunggulan Mesin Mitsubishi Pajero Sport-DAKAR
Di akhir sesi, Ananta akan bertanya siapa suka kopi di kelompok 1, 2 sampai 5. Masing-masing angkat tangan. Ia kemudian menyebutkan kopi dengan proses apa di kelompok 1 dan peruntukannya: apa untuk manual brew atau espresso. Peserta pun bebas bertanya. Yang menarik, Ananta tak meluruskan kesan mencecap para peserta yang boleh jadi keliru. “Minum kopi adalah pengalaman personal. Setiap orang bisa berbeda-beda. Tak ada salah dan benar dalam kopi,” kata Ananta.
Coffee cupping adalah proses mengobservasi aroma dan rasa kopi. Proses ini dilakukan oleh roaster sebelum membeli green bean dari petani. Ia akan mengulanginya saat setelah menyangrainya. Di sinilah para roaster mencatatkan notes kopi. Proses yang sama dilakukan para barista sebelum membeli roasted bean dari para roaster. Lewat cupping, ia akan memilih kopi mana yang cocok disuguhkan ke para pelanggannya.
Proses yang sama semestinya dilakukan oleh pembeli yang mengunjungi kedai kopi. Ananta menekankan bahwa cupping adalah satu-satunya cara terukur untuk menilai cita rasa kopi. Bukan hasil seduhan barista yang terhidang di meja kafe. Dari coffee cupping kita bisa menghirup aroma kopi dan mencecap rasa sebenarnya sebelum ada campur tangan barista.
Perjalanan menikmati kopi di Pegunungan Malabar menggunakan Mitsubishi Strada, Pajero Sport, dan Xpander. 25 Agustus 2018. TEMPO/Yos Rizal
Pengetahuan baru itu begitu membekas buat para peserta. Apalagi keesokan paginya mereka menelusuri kebun kopi dan menemui para petani. Mereka memetik kopi yang sudah merah dan mencicipinya. “Ternyata manis,” kata salah seorang peserta yang mengelupas kulit kopi.
Petualangan rasa yang telah mendekatkan antarpeserta itu berakhir pada siang hari. Mereka mengakhiri kegiatan dengan merentangkan merah putih di pinggir danau dan bernyanyi bersama. Kegembiraan itu masih terasa hingga mereka kembali ke Jakarta.
“Saya menikmati sekali belajar ilmu kopi ini,” kata Gustiara Munir, peserta yang juga seorang radiolog dari Bandung. “Barangkali Allah menciptakan kopi supaya kita semua bisa berteman.”