TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perindustrian menyebut belum adanya kesepakatan defenisi mobil nasional membuat pandangan mobil nasional sangat terbatas. Pasalnya, berbicara mobil nasional terkait dengan insentif dan masalah diskriminatif yang berbenturan larangan perdagangan internasional.
Baca: Ma'ruf Amin Sebut Peluncuran Mobil Esemka Ditunda Bisa Juga Batal
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Harjanto mengatakan, berbicara mobil nasional (Mobnas) tidak lepas dari insentif khusus yang mengikutinya. Menurutnya, hingga sejauh ini belum ada kesepakatan defenisi terkait mobnas.
“Kalau Mobnas itu dimengerti sebagai konten lokal tinggi, mobil kelompok low cost green car (LCGC) itu konten lokal sudah di atas 80 persen rata-rata, volume juga tinggi, juga untuk ekspor. Otomotif sekarang berkontribusi untuk ekspor sesuai dengan cita-cita Making Indonesia 4.0,” ujarnya di sela-sela Indonesia Modification Expo (IMX) 2018 di Jakarta, Sabtu 17 November 2018.
Harjanto melanjutkan, konsep pengembangan Mobnas harus tidak diskriminatis sehingga tidak terkena sanksi dari WTO (World Trade Organisation). Untuk itu, pemerintah mendorong banyak merek untuk mengembangkan mobil nasional.
Baca: Mobil Esemka Tegaskan Tidak Ada Fasilitas dari Pemerintah
Menurutnya, ketersediaan komponen lokal di dalam negeri sudah cukup baik karena telah tersedia perusahaan tier 1 hingga tier 3. Kesiapan industri lokal itu, klaimnya, nampak ketika pemerintah mengembangkan Amdes (Angkutan Mekanis Multiguna Pedesaan) yang dapat dikerjakan dalam waktu 8 bulan.
“Kalau Mobnas itu seakan ada intervensi khusus, sementara LGGC itu pendekatannya emisi karena kita punya komitmen turunkan emisi. Kemudian, masalah energy security jadi efisiensi bahan bakar,” ujarnya.