TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kementerian Perindustrian, Taufiek Bawazier mengatakan, pemberlakuan SNI pelumas diwajibkan untuk semua perusahaan pelumas. Langkah ini juga bagian menekan peredaran oli palsu.
"Hal itu untuk menekan maraknya pelumas bermutu rendah dan tidak sesuai standar beredar di pasar Indonesia dan dijual dengan harga yang murah, belum adanya regulasi teknis yang dapat melindungi kepentingan konsumen, perkembangan industri otomotif tidak diimbangi oleh perkembangan industri pelumas, tampilan fisik atau visual pelumas yang terstandar dengan yang bermutu rendah sulit dibedakan," ujarnya di Jakarta pada Rabu, 27 Maret 2019.
Pemberlakuan SNI pelumas sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian nomor 25 tahun 2018 sejak 10 September 2018. Namun, pemberlakuan peraturan tersebut secara wajib baru mulai berlaku 12 bulan terhitung sejak tanggal diundangkan.
Sehingga melalui pemberlakuan ini, bertujuan untuk perlindungan konsumen dari Kesehatan, Keselamatan, Keamanan, dan Lingkungan (K3L), persaingan usaha yang sehat, peningkatan daya saing, dan peningkatan dan efisiensi kinerja industri.
Ia melanjutkan, tipe sertifikasi SNI pelumas secara wajib dilakukan melalui sistem sertifikasi tipe 5 yang dilakukan dan diterbitkan oleh Lembaga Sertifikasi Produk (LS Pro). Pengujian dilakukan oleh laboratorium uji. Kemudian baik LS Pro maupun laboratorium uji ditunjuk oleh Menteri Perindustrian.
Lalu, tanda SNI, nomor SNI, dan kode LS Pro dibubuhkan pada setiap kemasan pelumas di tempat yang mudah dibaca dengan cara penandaan yang tidak mudah hilang.
Begitu juga pelaku usaha yang memproduksi, mengimpor dan/atau mengedarkan pelumas, wajib memenuhi ketentuan SNI seperti yang diatur dalam pasal 6.