TEMPO.CO, Jakarta - Pengusaha bus yang tergabung dalam Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) meminta pemerintah tinjau ulang sistem satu arah alias one way yang akan diterapkan 24 jam selama 30 Mei, dan 1-2 Juni, karena aturan tersebut dianggap merugikan pihak angkutan umum secara keseluruhan.
Menurut Ketua Umum IPOMI Kurnia Lesani Adnan, ada solusi lain yang dapat digunakan tanpa harus menjadikan jalan tol one way. Pertama, jika memang lalu lintas harian rata-rata (LHR) akan padat, maka lebih baik mobil pribadi yang dialihkan ke jalanan umum luar tol.
Hal tersebut, kata Sani, berdasarkan apa yang selama ini pemerintah canangkan, agar masyarkat beralih menggunakan transportasi umum termasuk untuk mudik.
Baca juga: Kebijakan One Way Mudik 2019, Armada Bus Minta Diprioritaskan
"Sebenarnya cara lain untuk mengatasinya adalah pada saat dianggap LHR itu meningkat bakal menjadi stuck (macet), itu kan pintu tol bisa diblok, tutup untuk kendaraan pribadi dibuang ke arteri tidak boleh masuk tol," ujarnya saat dihubungi Tempo, Senin 20 Mei 2019.
Lalu yang selanjutnya jika memang harus diberlakukan, sebaiknya sistem one way di tol diberikan khusus kepada angkutan umum
"Kami perinsipnya meminta ada prioritas untuk angkutan umum secara keseluruhan bukan hanya bus. Kalau memang mau dianggap one way itu ya dilakukan contra flow untuk khusus angkutan umum satu jalur dari timur ke barat," tutur Sani.
"Karena kalau bus itu dialihkan ke arteri, arteri LHR-nya itu meningkat loh roda dua, nah kalau roda dua meningkat kan kita tahu attitudenya seperti apa. Pertama, tingkat risiko laka bisa meningkat. Kedua, jam tempuh kami berangkatan," ujarnya
Baca juga: Mudik Naik Bus Mewah, Fasilitas Setara Pesawat
Jika sudah seperti itu, lanjut Sani, akan membuat penumpang berpikir bahwa pelayanan angkutan umum tidak bagus. Ujungnya apa yang sering dicanangkan oleh pemerintah (menggunakan angkutan umum) tersebut akan sia-sia.
"Nah jam tempuh kami lebih lama, sementara penumpang di barat atau Jakarta menunggu bisa berantakan semua, layanan jadi rusak, nama transportasi umumnya, angkutan umumnya yang rusak," lanjutnya.
"Jadi bukan sistem satu arah jalan keluarnya, artinya sistem itu akan menggiring opini masyarakat menggunakan kendaraan pribadi dan mengesampingkan angkutan umum, termasuk bus," tutur Sani.