TEMPO.CO, Jakarta - Regulasi kendaraan listrik akhirnya disahkan. Presiden RI Joko Widodo telah meneken Peraturan Presiden Presiden atau Perpres tentang mobil listrik. Perpres No. 55 tahun 2019 tentang Percepatan Progam Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan dan telah diundangkan sejak 12 Agustus 2019.
Hal tersebut seolah menjadi kado manis untuk industri otomotif Indonesia yang mulai memasuki era kendaraan listrik menjelang HUT RI ke 74, Sabtu 17 Agustus 2019. Presiden kembali mengingatkan pentingnya pengembangan kendaraan listrik yang ramah lingkungan ketika Pidato Kenegaraan dalam rangka HUT Ke-74 Kemerdekaan RI
Pasalnya dalam Perpres tersebut pemerintah memberikan kelonggaran kepada para pelaku industri otomotif Indonesia di era kendaraan listrik yang ingin mengembangkan produknya berupa insentif nol persen untuk Kendaraan Bermotor Listrik (KBL) Berbasis Baterai.
Lantas bagaimana para produsen mobil dalam menanggapi Perpres tersebut?
Direktur Pemasarab PT Toyota Astra Motor (agen pemegang merek mobil Toyota) Anton Jimmi Suwandy, mengatakan, pihaknya menyambut positif Perpres tersebut.
Namun TAM juga masih menunggu regulasi listrik lainnya yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP). TAM menunggu insentif terkait penjualan atas barang mewah (PPnBM) dan insentif Produksi.
"Jadi kami menunggu dua itu dan mudah-mudahan kalau dua itu masih sesuai dengan bayangan kami atau harapan kami rasanya 20 persen sangat mungkin. Karena kami bisa lakukan local production dengan TKDN yang tinggi, kemudian ada PPnBM khusus untuk yang CO2nya rendah sudah pasti itu mengarah kepada mobil-mobil electrified yah jadi bukan cuma BEV tapi juga hybrid dan lain-lain," kata Jimmi.
Sambutan positif dengan disahkannya Perpres kendaraan listrik juga datang dari PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Sales Indonesia (MMKSI).
Executive General Manager of Sales MMKSI Imam Choeru mengatakan, pihaknya sangat senang dengan adanya Perpres tersebut karena dengan begitu Indonesia sudah siap dengan era kendaraan listrik.
"Pada dasarnya kalau MMKSI sudah siap karena kami sudah memasarkan Outlander PHEV sejak Juli lalu. Jika juklak (Petunjuk Pelaksanaan) sudah keluar, MMKSI akan comply dan tentunya diharapkan bisa menikmati fasilitas baru dari juklak-juklak tersebut, sehingga para pengusaha bisa lebih sukses lagi memasarkan PHEV di Indonesia, dengan segala nilai lebihnya, bukan sekedar mobil listrik, tapi juga bisa memberikan manfaat lebih dengan discharging ability-nya," paparnya saat dihubungi Tempo, Jumat 16 Agustus 2019.
Toyota dan Mitsubishi merupakan dua produsen yang sudah mulai menjual mobil listriknya di Indonesia saat ini.
Toyota mempunyai jajaran produk listrik kategori hybrid, yakni Toyota Alphard Hybrid, Camry Hybrid, dan C-HR hybrid. Sedangkan Mitsubshi mempunya mobil listrik kategori plug-in hybrid yakni Outlander PHEV. Mobil-mobil ramah lingkungan dengan emisi rendah itu termasuk yang diatur di dalam regulasi kendaraan listrik yang diteken Presiden Joko Widodo.
Sementara itu, Seketaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumala, mengatakan Indonesia punya potensi sumber daya alam yang bisa kembangkan menjadi bagian dari bahan baku kendaraan listrik.
Kukuh mengambil contoh ban, dengan sumber daya alam karet yang melimpah, Indonesia bisa mengembangkan industri kendaraan listrik Indonesia, bahkan bisa juga untuk diekspor.
"Indonesia memiliki sumber daya karet yang cukup banyak. Akan jauh lebih menguntungkan kalau punya pabrik di Indonesia, karena bahan bakunya ada di Indonesia," ujar Kukuh kepada wartawan, di Jakarta, Kamis 15 Agustus 2019.
"Demikian juga kalau dibuat bikin ban itu bisa unutk segala macem mobil dan membuat ban-ban yang dibutuhkan oleh negara di luar Indonesia," tambahnya.
Kukuh menambahkan Indonesia juga memiliki sumber daya alam yang bisa dijadikan bahan baku baterai. Baterai ini adalah bagian terpenting pada kendaraan listrik.
Dan hingga saat ini para pelaku industri otomotif di Indonesia yang sudah bermain di segmen kendaraan listrik, masih menggunakan baterai impor. Dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada, daya saing Indonesia dalam industri otomotif akan meningkat.
"Analogi yang sama juga berlaku unutk electric vehicle. Kita punya cobalt yang bisa dikembangkan untuk baterainya, walaupun tadi masih ada pertanyaan untuk lithium. Kalau ini dikembangkan dengan sumber daya alam yang ada di Indonesia kita akan mampu meningkatkan daya saing kita," tutur Kukuh.