Tempo juga merasakan beberapa area permukaan aspal terasa bumpy. Ini di luar sambungan jalan tol. Artinya, ada beberapa area yang permukaan aspalnya masih belum rata.
Dampaknya, bagi mobil-mobil berpostur agak tinggi seperti Low MPV atau kendaraan LCGC misalnya, pasti mengalami guncangan yang lumayan terasa dipacu dalam kecepatan tinggi.
Lain soal dengan kendaraan SUV seperti Toyota C-HR Hybrid atau sejenis yang biasanya sudah dilengkapi dengan kaki-kaki untuk medan semi off-road. Permukaan jalan bergelombang dapat diredam dengan baik oleh suspensi depan MacPherson strut dan untuk bagian belakang memakai Double Wishbone. Body roll juga diminimalisasi dengan pengaplikasian teknologi TNGA (Toyota Global New Architecture).
Meski demikian, pengendara dengan spek mobil mumpuni tetap dihimbau untuk memacu kendaraannya dengan kecepatan 60-80 kilometer per jam. Batas kecepatan ini secara tidak langsung akan membuat konsumsi bahan bakar mobil menjadi lebih hemat. Apalagi untuk mobil berteknologi hybrid.
Toyota C-HR Hybrid. TEMPO/Wawan Priyanto
Lantas bagaimana performa Toyota C-HR Hybrid di Jalan Tol Layang Japek II ini? Nah, speed limit di angka 80 kilometer per jam ini kami manfaatkan untuk merasakan kenyamanan sebuah mobil hybrid dalam arti sesungguhnya.
Soal performa, mesin hybrid bisa disebut lebih responsif dibanding model sekelas bermesin bensin konvensional. Sebagai perbandingan sepadan, Tempo pernah menguji Toyota C-HR non hybrid. Hasilnya memang berbeda. Mesin hybrid juah lebih responsif dan terasa ‘nendang’ pada waktu kick down.
Konsumsi bahan bakar irit...