TEMPO.CO, Jakarta - PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) melaporkan pencapaian ekspor sepanjang 2019 dalam bentuk utuh (completely built up/CBU) sebesar 208.500 unit. Angka ini meningkat tipis dibanding ekspor 2018 sebanyak 206.500. Pencapaian 2019 diklaim sebagai ekspor tertinggi dalam lima tahun terakhir.
Presiden Direktur TMMIN Warih Andang Tjahjono meyampaikan performa ekspor ini disokong oleh model Sport Utility Vehicle (SUV) Toyota Fortuner dan Toyota Rush masing-masing sebesar 45.300 unit dan 50.300 unit. Model sedan Toyota Vios turut mendukung capaian positif ekspor CBU bermerek Toyota dengan volume 31.000 unit.
Baca Juga:
Dari segmen Multi-Purpose Vehicle (MPV), model-model andalan seperti Kijang Innova dan Avanza berhasil dikapalkan ke mancanegara dengan volume masing-masing 5.300 unit dan 28.900 unit. Model Low Cost Green Car (LCGC) Agya juga ambil bagian dalam capaian ekspor tahun 2019 dengan volume 27.800 unit. Sedangkan model Yaris, Sienta, dan Town Ace/Lite Ace melengkapi kinerja ekspor CBU bermerek Toyota dengan total volume sebesar 19.900 unit.
Selain mengekspor kendaraan utuh, Toyota juga mengirimkan kendaraan terurai (Complete Knock Down/CKD) sebanyak 45.400 unit, mesin bensin dan etanol dengan tipe TR dan NR dengan total 123.600 unit serta komponen kendaraan dengan volume 94,2 juta unit. Produk ekspor Toyota telah merambah lebih dari 80 negara tujuan di kawasan Asia-Pasifik, Timur Tengah, Amerika Latin, Afrika dan Karibia.
“Mempertahankan serta meningkatkan performa ekspor merupakan hal yang tidak mudah karena menyangkut banyak faktor seperti daya saing baik daya saing produk, infrastruktur pendukung hingga regulasi. Karenanya kami berterima kasih atas dukungan dari semua pihak terutama pemerintah Indonesia yang selalu melakukan evaluasi terhadap sektor-sektor yang memengaruhi kegiatan ekspor nasional,” ujar dia dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Senin, 20 Januari 2020.
Menurut Warih, krisis global dirasakan sangat signifikan memperlambat laju pertumbuhan ekspor produk Toyota dari Indonesia. Belum lagi ditambah adanya hambatan dengan skema non-tarif di beberapa negara tujuan ekspor yang turut memperburuk performa pengiriman produk otomotif dari dalam negeri. Tantangan ekspor otomotif ke depan adalah menurunnya konsumsi produk otomotif imbas dari melemahnya kondisi perekonomian di negara maju. Mencari negara-negara tujuan baru menjadi penting untuk mempertahankan performa ekspor.
“Adanya tambahan negara tujuan baru di kawasan Amerika Tengah, Mekong dan Afrika cukup membantu dalam mengompensasi penurunan volume di beberapa negara terdampak krisis dan negara yang menerapkan hambatan non-tarif,” kata dia.
Direktur Administrasi, Korporasi dan Hubungan Eksternal TMMIN, Bob Azam, menyatakan bahwa ke depan, selain karena dampak krisis global, dirupsi digital juga menjadi tantangan sekaligus peluang tersendiri bagi industri otomotif. Untuk menghadapi hal tersebut, pihak korporasi tengah menyiapkan upaya, salah satunya dengan meningkatkan efisiensi melalui penerapan teknologi dengan tetap menjadikan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai “center of transformation”.
“Kompetisi ekspor yang makin ketat ke depannya, baik antar sesama pelaku industri otomotif maupun lintas sektor industri hingga persaingan antar negara dan antar kawasan, membutuhkan SDM berkapabilitas tinggi yang mampu menguasai teknologi guna melawan inefisiensi. Selain menjaga konsistensi perfoma ekspor maupun operasi yang telah eksis, saat ini kami tengah mempersiapkan diri agar transformasi menuju era elektrifikasi dan mobilitas dapat berjalan dengan mulus,” ujarnya.