TEMPO.CO, Yogyakarta - Tak selamanya motor baru akan jadi pilihan walaupun menawarkan fitur lebih lengkap dan teknologi lebih baru. Bagi sebagian kalangan pecinta motor Harley-Davidson, seri seri tua justru lebih dianggap spesial dan tak tergantikan.
Salah satu pegiat Komunitas Harley-Davidson Club Indonesia (HDCI) Yogyakarta Pungky Wahyu Pamungkas lebih memilih Harley keluaran lawas dibanding membeli seri yang baru.
“Harley tua itu bagaimanapun lebih klasik, karena motor keluaran di bawah seri Evo itu soul-nya dapat, lebih sreg dikendarai,” kata Pungky ditemui di sela riding persahabatan yang digelar HDCI Yogyakarta Minggu 19 Januari 2020.
Pungky sendiri tengah membangun ulang seri Harley Davidson Shovelhead rilisan 1979. Sedangkan untuk kesehariannya kini dan untuk kumpul komunitas atau touring ia memakai seri Bad Boy 1997.
Pungky tak menampik, dua motornya secara fitur dan teknologi sudah jauh tertinggal ketimbang motor motor rilisan baru Harley Davidson yang sudah sangat maju dan serba terkomputerisasi. Namun ia tak merasa tertinggal karena Harley lawas punya sejumlah kelebihan juga.
“Secara perawatan lebih mudah Harley tua, nggak rewel,” ujarnya. Pungky menuturkan dengan mesin masih berbasis karburator Harley tua biasanya lebih gampang diajak kompromi jika ada bagian yang rentan.
Motor Harley Davidson tua seperti seri WL.1960 tak ketinggalan ikut riding persahabatan di Yogya Minggu 19 Januari 2020. Tempo /Pribadi Wicaksono
“Kalau yang baru, rata rata kalau panas sedikit mesinnya langsung mati. Selain itu yang baru ini sensornya terlalu banyak kalau rusak sedikit saja harus keluar banyak, tidak seperti yang lama bisa diakali,” ujarnya.
Namun Pungky tak menampik, untuk Harley tua seperti Shovelhead yang masih di bawah tahun 1980 an, ada kesulitan tersendiri saat berburu spare part. “Tapi kesulitan untuk Harley tua itu muncul kalau pemilik menginginkan semua komponennya balik ke orisinil, karena harus cari di luar negeri barangnya,” ujarnya.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika DIY Rony Primanto mengaku sejak 2015 silam baru mulai menggemari motor setelah sejak tahun 2000 dirinya aktif dengan hobi off roadnya.
Namun dalam memilih motor, pria kelahiran tahun 1969 itu tak melihat baru atau tidaknya motor itu dirilis. Melainkan kenyamanan dan kesesuaian body motor itu dengan tubuhnya yang relatif kecil.
“Saya pilih motor yang kecil, sesuai badan saya,” ujar pria yang menunggangi Harley Davidson Sporster 2014 itu.
Sportster jadi pilihan karena menurutnya bobotnya saat dikendarai ringan, body tak terlalu bongsor seperti Harley klasik umumnya dan tetap bermesin di atas 1000 cc.
“Setiap hari libur, Sabtu-Minggu saya sendirian touring ke obyek wisata Yogya dengan motor Sportster itu,” ujar Roni yang juga memiliki Kawasaki Versys untuk hobinya menjelajah medan-medan terjal.