TEMPO.CO, Beijing - Produsen kendaraan listrik Cina, BYD melaporkan penurunan laba sekitar 42 persen pada tahun 2019. Pemotongan subsidi dan perubahan aturan emisi disebut sebagai penyebab merosotnya keuntungan perusahaan yang berbasis kota Shenzhen, Guangdong tersebut.
Seperti dilansir dari Reuters, laba bersih BYD untuk 2019 sebesar 1,61 miliar yuan atau sekitar Rp 3.5 triliun. Sementara pendapatannya turun sekitar 1,78 persen atau 127,74 miliar yuan yang jika dikonversi ke rupiah mencapai Rp 279 triliun.
Diketahui Cina memangkas subsidi untuk kendaraan energi baru yang meliputi mobil baterai listrik, plug-in hybrid, dan fuel cell atau hidrogen pada tahun 2019. Walhasil kebijakan itu membuat harga jual mobil listrik menjadi lebih mahal dari biasanya.
Sejurus dengan itu, penjualan kendaraan ramag lingkungan mengalami penurunan selama sembilan bulan beruntun. Meski demikian, Pemerintah Cina dikabarkan akan memperpanjang subsidi untuk kendaraan energi baru sekaligus memperpanjang pembebasan pajak setiap pembelian kendaraan listrik selama dua tahun.
Perusahaan yang didukung oleh investor asal Amerika Serikat, Warren Buffett ini juga diketahui menjalin kemitraan dengan produsen mobil terkemuka Jepang, Toyota dan Daimler. Tahun lalu, BYD menjual sekitar 461.399 unit kendaraan listrik. Angka itu turun 11,4 persen dari tahun sebelumnya.
Adapun pangsa pasar kendaraan di Cina secara keseluruhan mengalami penurunan 8,2 persen pada tahun 2019. Sedangkan untuk penjualan kendaraan listrik turun 4 persen dari tahun sebelumnya.
WIRA UTAMA