TEMPO.CO, Jakarta - MG Motor Indonesia telah mulai masuk Indonesia pada 24 Maret lalu diawali dengan peluncuran model pertamanya MG ZS. Model ini memiliki spesifikasi mirip dengan Wuling Almaz karena memiliki Induk yang sama SAIC. MG menyatakan komitmen untuk terjun dengan serius di pasar Indonesia diantaranya meluncurkan produk baru yang kompetitif.
Marketing and PR Director MG Motor Indonesia, Arief Syarifudin mengatakan MG akan menghadirkan produk yang diterima masyarakat Indonesia. Salah satunya, MG Motor akan menghadirkan produk terbaru di ajang GIIAS 2020 yang kabarnya akan diselenggarakan pada Oktober 2020. "Nantidi GIIAS ada kejutan baru," katanya dengan menutup rapat informasi produk baru tersebut, pada Selasa 24 Juni 2020.
Menurut dia, produk baru penting untuk memberikan pilihan kepada masyarakat sekaligus membuat merek yang baru masuk Indonesia ini diterima di Indonesia. Meski sebenarnya, MG ini telah ada di dunia sejak 1924 dengan basisnya di Inggris.
Sebelum menunju GIIAS, Arief mengatakan MG akan menghadirkan model HS yang akan mendampingi penjualan ZS. Model HS ini telah diluncurkan di Thailand awal tahun ini. Soal waktu peluncuran HS, Arief mengatakan," Dalam waktu dekat."
Ia menambahkan peluncuran baru pada Maret lalu diiringi dengan animo yang tinggi dari masyarakat. Dari catatannya, ada sebanyak 500 orang yang ingin mencoba MG ZS. Sayangnya, peluncuran saat itu bersamaan dengan pandemi Covid-19 yang meluas di Indonesia. "Animo besar saat peluncurna namun tidak semuanya bisa dikonversi jadi penjualan. Ini tantangan. Juni, PSBB mulai dibuka, kami mulai melakukan pendekatan ke konsumen," ucapnya.
Saat ini, 7 dealer MG Motor di Jabodetabek dan Bandung sudah mulai beroperasi dengan protokol kesehatan. MG juga telah membuka kesempatan bagi konsumen untuk menjajal produk MG dengan batasan 30 test driver per hari. "Bagi mereka yang ingin membeli stok tersedia bisa langsung SPK. Untuk mobilnya akan dikirim 2 hari kemudian," ujar Arief.
Saat ini, produk MG diimpor dari Thailand yang menjadi basis produksi di Asia Tenggara. Kemungkinan membuka perakitan di Indonesia, Arief menjawab hal tersebut selalu terbuka. "Kalau ada demand pasti ada suplai. Kalau demand tinggi pasti ada pabtik. Itu sudah menjadi salah satu blue print. Yang paling penting produk dan brand bisa diterima," ujarnya.