TEMPO.CO, Tokyo - Nissan Motor Co memperkirakan penjualan kendaraan akan turun 16 persen karena pandemi virus corona baru (Covid-19). Nissan juga menyebut upaya perusahaan untuk mempercepat pemulihan bisnis terhambat oleh pandemi.
Produsen mobil nomor dua di Jepang itu memperkirakan kerugian operasi sebesar 470 miliar yen atau setara Rp 65,1 triliun (kurs saat ini 1 yen = Rp 138,86). Diperkirakan pendapatan akan turun seperlima hingga 7,8 triliun yen.
Ekspansi agresif selama bertahun-tahun, terutama di pasar negara berkembang, telah membuat Nissan kesulitan. Pandemi corona yang membuat penurunan permintaan kendaraan memperparah kondisi perusahaan.
Situasi bisnis Nissan benar-benar kacau setelah mantan bos mereka, Carlos Ghosn, ditangkap karena dugaan skandal keuangan. Kini Ghosn melarikan diri dari Tokyo ke Libanon dan menjadi buron paling dicari pemerintah Jepang.
Atas situasi ini, Nissan meluncurkan rencana restrukturisasi baru pada Mei lalu. Beberapa poin penting dari restrukturisasi itu adalah pengurangan drastis rencana produksi berbagai modelnya dan penutupan pabrik di beberapa lokasi, termasuk di Indonesia.
Pada kuartal pertama tahun ini, Nissan mencatat kerugian operasional sebesar 153,9 miliar yen.
"Hasil untuk kuartal pertama dan prospek tahun ini terlihat menantang, tetapi masih dalam ekspektasi kami," Chief Executive Makoto Uchida mengatakan pada wartawan sambil mencatat bahwa perusahaan menghadapi "tahun yang sulit", Reuters, Selasa, 28 Juli 2020.
Penjualan kendaraan global Nissan anjlok 48 persen menjadi 643.000 unit pada kuartal April-Juni karena penjualan berkurang separuhnya di Amerika Utara, pasar utama Nissan. Penjualan di Cina juga mengalami penurunan sebesar 40 persen.
Renault, mitra aliansi Nissan, juga mengumumkan restrukturisasi besar-besaran terkait bisnis mereka.
Mitsubishi Motors Corp, mitra termuda dalam aliansi bersama Nissan-Renault, mengumumkan bahwa penjualan mereka di Asia Tenggara turun 70 persen pada April-Juni 2020. Saham mereka anjlok sekitar 13 persen.