TEMPO.CO, Jakarta - BMW yakni perusahaan otomotif asal Jerman, harus rela membayar denda 18 juta dolar AS atau sekitar Rp 269 miliar atas tuduhan memberikan laporan palsu atau menyesatkan tentang penjualan ritel di AS.
Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) AS mengatakan dari 2015 hingga 2019 BMW telah memanipulasi untuk meningkatkan penjualan ritel AS. Laporan palsu tersebut membantu BMW menutup kesenjangan antara volume penjualan ritel aktual dan target internal.
"Secara publik (BMW berupaya) mempertahankan posisi penjualan ritel terdepan dibandingkan dengan perusahaan otomotif premium lainnya," kata SEC AS yang dikutip Reutes hari ini, Jumat, 25 September 2020.
SEC menerangkan bahwa BMW membayar dealer untuk merancang laporan palsu berupa informasi penjualan yang tidak akurat. Kendaraan untuk promosi dan peminjaman diperhitungkan sebagai kendaraan yang terjual.
"BMW menyesatkan investor tentang kinerja penjualan ritel AS dan permintaan pelanggan untuk kendaraan BMW di pasar AS, sambil meningkatkan modal di AS," kata Stephanie Avakian, Direktur Divisi Penegakan SEC.
SEC menuturkan bahwa BMW Amerika Utara mempertahankan cadangan penjualan kendaraan ritel yang tidak dilaporkan. Cadangan itu mereka sebut di internal sebagai "bank" untuk memenuhi target penjualan bulanan internal tanpa memperhatikan kapan penjualan faktualnya.
Penyelidikan SEC atas laporan palsu penjualan mobil mewah BMW dimulai pada akhir 2019.
Pada September 2019, Fiat Chrysler Automobiles NV dan unit bisnisnya di AS membayar setidaknya 40 juta dolar karena menyesatkan investor tentang jumlah penjualan bulanannya.
"Tidak ada tuduhan atau temuan dalam order bahwa setiap entitas BMW terlibat dalam kesalahan yang disengaja," kata BMW dalam sebuah pernyataan.
BMW berkomitmen mementingkan kebenaran angka penjualannya dan akan terus fokus pada pelaporan penjualan yang menyeluruh dan konsisten.