TEMPO.CO, Jakarta - Pengguna mobil listrik di Indonesia perlahan semakin meningkat. Hal ini bisa dilihat dari sejumlah agen pemegang merek yang memasarkannya di Indonesia.
Namun, beberapa masyarakat yang kerap menggunakan kendaraan pribadi mengatakan bahwa Indonesia saat ini belum siap dengan infrastrukturnya khususnya stasiun pengisian bahan bakar listriknya.
Salah satunya Eka Dwi Wahyuni, seorang freelancer penyanyi. Menurutnya kendala dari kendaraan listrik sekarang adalah tempat pengisian bahan bakar yang masih minim, yang hanya ada beberapa kota besar. Dia mempertanyakan, jika mobil kehabisan daya di tengah jalan bagaimana daya listriknya.
“Kalau mobil biasa hanya perlu mengisi BBM beberapa menit sampe tanki penuh. Tapi tidak dengan mobil listrik, pengisian daya baterai bisa memakan waktu antara 4-6 jam hingga penuh,” ujar dia kepada Tempo, Selasa, 24 November 2020.
Jika melihat proses pengisiannya yang memakan waktu lama, itu menjadi masalah bagi Eka yang juga salah satu anggota grup sandiwara di Indramayu itu. Karena, kata Eka, pekerjaannya yang kadang menuntutnya untuk mendatangi tempat-tempat yang jauh, dan tidak memungkinkan menggunakan mobil listrik.
Namun, dia berminat jika stasiun pengisian baterai mobil listrik sudah banyak tersebar di berbagai tempat. “Seperti pengisian bahan bakar yang ada sekarang di mana-mana. Tapi kayaknya kalau untuk jarak dekat-dekat, lumayan sih, tapi tetap saja ribet, kecuali mobil berbahan bakar minyak sudah tidak diproduksi,” tutur wanita berjilbab itu.
Senada dengan Eka, seorang developer perumahan swasta di Camis, Jawa Barat, Reja Fauzi, juga mengeluhkan stastiun pengisian daya yang masih terbatas. “Jika sudah terbentuk sarana pendukung seperti pom pengisian listrik, bengkelnya, dan harga terjangkau, baru beli,” kata pria kelahiran Jakarta itu.
Menurut Reja, dari segi perawatan, sepertinya mobil listrik akan lebih rumit dibandingkan mobil biasa. “Takutnya lowbat (low batteray) pas di jalan kan bingung. Kemudian harganya juga pasti mahal,” ujar dia menambahkan.
Sedangkan karyawan bank pelat merah yang berkantor di Jakarta, Abdul Aziz Alhakim menerangkan, jika tujuannya untuk mengurangi polusi pasti sangat bermanfaat, ditambah dengan biaya charge mobil listrik lebih murah dibandingkan mobil berbahan bakar minyak.
“Kemarin sempat lihat review mobil Hyundai Kona Electric di YouTube, ternyata mengisi bahan bakarnya lebih murah,” tutur ayah satu anak ini.
Dari segi perawatan, pria yang kini tinggal di Ciputat, Tangerang Selatan, itu masih belum mengetahui sulit atau tidaknya. Sedangkan urusan harga, dia berujar, Kona Electric menjadi mobil listrik paling murah di Indonesia dibandingkan dengan Tesla dan lainnya.
“Saya kalau ada rezeki sih beli mobil listrik, pengin sekali, kalau tidak salah Kona Electrik harganya Rp 670 jutaan, kalau Tesla kan Rp 1,5 miliar,” kata Aziz.