TEMPO.CO, Jakarta - Program 400 ribu mobil listrik yang dilakukan konsorsium BUMN menuai kritik. Anggota Komisi VII DPR menilai pelaksanaan program tersebut masih jauh dari target.
Pangkal soalnya, pemerintah dinilai kurang propaganda yang masif dan mengena tentang mobil listrik. Selama ini BUMN hanya mengampanyekan jargon mobil ramah lingkungan.
Anggota Komisi VII DPR Alex Noerdin mengatakan mestinya BUMN mengkampanyekan juga kemudahan pemilikan dan penggunaan mobil listrik dan motor listrik kemudian efisiensi, dan kenyamanannya.
"Jika semua itu bisa dilakukan maka dengan sendirinya tidak perlu dipaksa, orang-orang akan pilih itu," ujar politikus Partai Golkar tersebut pada Rabu, 10 Maret 2021.
Baca: Deretan Mobil Listrik yang Segera Meluncur di Indonesia
Dalam 4 tahun ke depan, Indonesia mempunyai target ambisius dalam bidang kendaraan bermotor listrik. Kementerian Perindustrian berupaya mendorong penggunaan mobil listrik hingga 400 ribu unit pada 2025.
Penggunaan mobil listrik dan sepeda motor listrik sebanyak itu dianggap mampu mengurangi emisi gas rumah kaca sebanyak 1,4 juta ton, sekaligus menghemat konsumsi bahan bakar 800 juta liter hingga 5 juta barel. Jika dikonversi, kehematannya mencapai Rp 3,5 triliun.
Pemerintah kian aktif menarik investor luar negeri untuk membangun pabrik baterai dan mobil listrik di Indonesia, yang mengelolannya dilakukan konsorsium BUMN bidang energi.
Menurut Anggota Komisi VII DPR dari PKB, Ratna Juwita Sari, pemerintah memang harus melakukan transformasi energi dan menjaga lingkungan hidup melalui penggunaan mobil listrik.
Maka pemerintah agar tetap memperhatikan bahan baku baterai mobil listrik agar kelak dapat menggunakan energi bersih. Saat ini mayoritas listrik negara masih menggunakan energi kotor yang bersumber dari PLTU batu bara dan mesin diesel berbahan bakar solar.
Meski penjualan mobil listrik masih kecil dan belum ada pabrik yang sudah beroperasi di Indonesia, Komisi VII DPR tetap optimistis target penjualan 400 ribu mobil listrik bakal tercapai pada 2025.