TEMPO.CO, Jakarta - Saham produsen mobil asal Amerika Serikat, Ford Motor mengalami penurunan saham hingga 10 persen setelah mengalami kekurangan chip semikonduktor.
Krisis chip ini nyatanya memangkas setengah dari produksi pembuatan kendaraan kuartal kedua Ford. Akibatnya, perusahaan mobil ternama itu mengalami penurunan pendapatan.
"Ford bergabung mengatakan, masalah semikonduktor tidak akan diselesaikan sampai 2022," tulis analis RBC Capital Markets Joseph Spak dalam sebuah catatan.
Dengan mengurangi jumlah produksi kendaraan, Ford kemungkinan besar bakal menaikkan harga jual mobilnya. Analis meramalkan bahwa hal itu bisa saja terjadi, mengingat lonjakan permintaan yang cukup tinggi.
Spak juga berpendapat bahwa produksi Ford pada kuartal kedua ini kemungkinan bakal membebankan pemasok, seperti Visteon, Tenneco, Lear Corp, BorgWarner, dan Adient.
"Meskipun kami yakin Ford memiliki setiap peluang untuk mencapai keuntungan, kami tetap merosot saat ini. Mengingat kekhawatiran kami yang meningkat seputar ekspektasi industri otomotif secara luas," tulis analis Morgan Stanley, Adam Jonas.
Saham Ford saat ini dikabarkan turun sebanyak 10,4 persen. Ini merupakan sebuah kerugian per hari terbesar dalam lebih dari 10 bulan.
Terlepas dari itu, pesaing saham Ford, General Motors Co juga mengalami penurunan lebih dari 4 persen pada Kamis, 29 April 2021, waktu setempat.
Baca: Penyebab Hyundai Santa Fe Hybrid Tak Dirilis di Indonesia
REUTERS