TEMPO.CO, Jakarta - PT Pertamina Patra Niaga menerapkan cara baru pembelian BBM bersubsidi Pertalite dan Solar dengan mendaftarkan mobil pada aplikasi MyPertamina.
Langkah tersebut dilakukan untuk menghindari salah sasaran pendistribusian BBM bersubsidi ke masyarakat. Namun cara itu dikritik anggota Komisi VII DPR Rofik Hananto.
"Sistem penggunaan aplikasi MyPertamina untuk pembelian Pertalite dan Solar kurang tepat. Justru menambah keribetan rakyat memperoleh haknya. Tujuannya juga belum jelas," ucapnya, dikutip dari Tempo.co hari ini, Senin, 4 Juli 2022.
Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Dasrul Chaniago mengatakan ada beberapa alasan mengapa masyarakat sulit meninggalkan Pertalite.
Alasan pertama, harga BBM dengan kadar oktan tinggi jauh lebih mahal ketimbang BBM dnegan oktan lebih rendah, seperti Pertalite, Premium, dan Solar.
Alasan kedua, karena banyaknya varian BBM di Indonesia. Menurut Dasrul, seharusnya jenis BBM terbatas dan menyesuaikan dengan teknologi kendaraan. Seperti BBM untuk kendaraan dengan standar emisi Euro 2 hingga 3 dan BBM untuk mobil standar emisi Euro 4.
Kemudian ketiga, jumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) ramah lingkungan terbatas. Per 31 Juni 2020, hanya 1.058 SPBU yang menyediakan Pertamax Turbo dari total 5.752 SPBU.
Dasrul mengusulkan harga BBM oktan tinggi diturunkan agar ketergantungan terhadap Pertalite berkurang.
Adapun menurut pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Fahmy Radhi, menghapus BBM bersubsidi Premium lalu menurunkan harga Pertamax..
Baca: Pendataan Solar - Pertalite Dimulai, SPBU Sepi Antrean
Ingin berdiskusi dengan redaksi mengenai artikel di atas? Mari bergabung di grup Telegram GoOto.