TEMPO.CO, Jakarta - Kemenhub menaikkan tarif ojol (ojek online) berdasarkan sistem zonasi mulai 14 Agustus 2022. Aturan tarif baru ini tercantum dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP/564/2022 yang diundangkan pada 4 Agustus 2022.
"Dalam KM Nomor KP 564 Tahun 2022 ini kami telah melakukan evaluasi batas tarif terbaru yang berlaku bagi ojek online. Selain itu sistem zonasi masih berlaku tiga zonasi,” ujar Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Hendro Sugiatno melalui keterangan resmi, Senin, 8 Agustus 2022.
Adapun zonasi pertama meliputi Sumatera, Jawa (selain Jabodetabek), dan Bali. Kemudian Zonasi kedua meliputi wilayah Jabodetabek dan zonasi ketiga meliputi Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara dan sekitarnya, Maluku, serta Papua.
Pada Zona I, biaya jasa batas bawah ojol sebesar Rp 1.850 per km, kemudian biaya jasa batas atas sebesar Rp 2.300 per km, dan biaya jasa minimal dengan rentang biaya jasa antara Rp 9.250 hingga Rp 11.500 per km. Sementara di Zona II, tarif bawas bawahnya sebesar Rp 2.600 per km, tarif batas atas Rp 2.700 per km, dan tarif jasa minimal antara Rp 13.000 hingga Rp 13.500.
Kemudian untuk Zona III, tarif jasa batas bawahnya sebesar Rp 2.100 per km, tarif batas atas sebesar Rp 2.600 per km, dan tarif jasa minimal antara Rp 10.500 hingga Rp 13.000.
Kenaikan tarif ojek online atau ojol ini dikomentari pengamat transportasi Darmaningtyas.
Menurut dia kenaikan tarif ojek online ini seharusnya ditentukan oleh aplikator karena memang itu kewenangannya. Aplikator ini dinilai memiliki kewenangan untuk menentukan besaran tarif yang definitive berdasarkan pedoman batas bawah, atas, dan tarif minimal.
"Tarif minimal iniperlu ditentukan guna melindungi pengemudi. Sebab kalau tidak ada tarif minimal dan ternyata orderannya jarak pendek dan macet, maka pengemudi akan menderita kerugian besar, apalagi bila operator memiliki kenaikan tarifnya berdasarkan tarif bawah," kata Darmaningtyas kepada Tempo hari ini, Rabu, 10 Agustus 2022.
Darma juga mengungkapkan bahwa penyesuaian tarif ojol ini banyak yang menyambut gembira, namun ada juga yang menyambutnya dengan kesedihan. Yang menyambut gembira adalah yang mereka yang sejak awal berjuang untuk dilakukan penyesuaian tarif.
"Yang menyambut sedih adalah mereka yang menyadari bahwa dengan kenaikan tarif ini justru akan membuat orderan menurun, karena tarif baru ini hampir sama dengan tarif taksi, sehingga masyarakat dapat beralih ke taksi pelat kuning," ucapnya.
Selain masalah kenaikan tarif ini, Darma juga menilai aplikator atau perusahaan penyedia jasa ojol dan regulator atau pemerintah, perlu mengatur biaya parkir para mitra driver. Saat ini mitra ojol seringkali menanggung beban biaya parkir sendiri.
"Perilaku aplikator yang tidak memanusiawikan mitra ini dan beban parkir ini tidak terendus oleh regulator sehingga tidak pernah menjadi dasar pertimbangan dalam penentuan komponen tarif. Selayaknya regulator melakukan pengawasan terhadap aplikator dalam membangun kemitraan dengan para pemilik moda produksi (sepeda motor) dan sekaligus pekerjanya," tutur Darma.
Kenaikan tarif baru ojol ini diharapkan tidak menimbulkan lagi persoalan hubungan industrial yang eksploitatif. Jangan sampai konsumen sudah membayar tarif mahal, tapi mitra pengemudi tetap tidak sejahtera dan justru keuntungan terbesar malah didapat pihak aplikator.
"Kalau memang ini sampai terjadi, maka perjuangan kenaikan tarif oleh para mitra sebetulnya hanya menjadi pepesan kosong belaka," kata Darmaningtyas.
Baca: Porsche Tabrak Sepeda Motor Tukang Ojol, Begini Nasibnya
Ingin berdiskusi dengan redaksi mengenai artikel di atas? Mari bergabung di grup Telegram GoOto.