TEMPO.CO, Jakarta - Polri meniadakan tilang manual dan menggantikannya dengan tilang elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE). Namun, pelanggaran lalu lintas justru bertambah.
Langkah menghapus tilang manual dinilai tidak efektif karena penegakan hukum tidak sepenuhnya bisa dilakukan oleh teknologi.
Pakar Hukum dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Nurhasan Ismail mengatakan penegakan hukum lalu lintas masih perlu adanya perpaduan antara teknologi dan petugas di lapangan.
Tilang elektronik dinilainya hanya bisa menindak pelanggaran yang bersifat administratif. Dia mencontohkan pengendara yang tidak memiliki SIM dan pengemudi mabuk tak bisa diketahui dengan teknologi atau kamera ETLE atau CCTV.
"Jadi menurut saya, dalam penegakan hukum ini harus memadukan dua instrumen, yakni ETLE dan tilang manual," kata Nurhasan, dikutip dari laman NTMC Polri hari ini, Jumat, 2 Desember 2022.
Menurut Nurhasan, perintah Kapolri untuk meniadakan tilang manual harus tetap dijalankan sesuai perkembangan teknologi. Hanya saja, teknologi yang masih belum canggih dan terbatas membuat Kepolisian harus menerapkan tilang manual di lapangan.
Dia mencontohkan belum ada teknologi yang merekam wajah pengemudi lalu secara otomatis dicek ke Satpas untuk mengetajui apakah yang bersangkutan sudah memiliki SIM. Metode serupa bsia dikenakan untuk mengecek apakah mobil atau motor sudah bayar pajak.
"Jadi selama teknologinya belum sampai ke situ, harus ada perpaduan peranan antara teknologi dan polantas," tuturnya.
Nurhasan menegaskan bahwa peran polantas tidak bisa tergantikan dalam penegakan hukum di jalan raya. Penegakan hukum bertujuan membangun kepatuhan masyarakat terhadap hukum dan aturan.
Nurhasan berharap pelaksanaan tilang elektronik dan tilang manual bisa menciptakan kesadaran yang tinggi dan menanamkan budaya tertib berlalu lintas.
DICKY K. | NTMC POLRI
Baca: Bentuk Pelanggaran dan Cara Cek Tilang Elektroni
Ingin berdiskusi dengan redaksi mengenai artikel di atas? Mari bergabung di grup Telegram GoOto.