TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengatakan bahwa ekosistem kendaraan listrik Indonesia adalah yang terbaik di Asia. Hal tersebut tidak terlepas dari dukungan sejumlah kebijakan yang diterapkan pemerintah.
Itu dipaparkan langsung oleh Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Taufik Bawazier. Ia menjelaskan Indonesia punya berbagai macam kebijakan dalam mempercepat era elektrifikasi.
Salah satunya dengan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 28 Tahun 2020 tentang Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Dalam Keadaan Terurai Lengkap dan Keadaan Terurai Tidak Lengkap. Lalu, kata dia, ada juga insentif dan pajak daerah 0 persen.
“Ekosistem kita sebenarnya paling bagus di Asia. Kita punya Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 soal Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk transportasi jalan,” kata Taufiek, dilansir Tempo.co dari Antara hari ini, Rabu, 1 Februari 2023.
Lebih lanjut dirinya menerangkan bahwa ada beberapa masalah yang dihadapi untuk mengalihkan penggunaan kendaraan berbahan bakar bensin ke kendaraan listrik. Namun Kemenperin yakin hal itu bisa teratasi jika melihat data yang ada.
“Saya kira sebetulnya ini masalahnya adalah meyakinkan konsumen. Memang perlu adanya perluasan charging station. Ini sebenarnya paralel. Kalau dilihat signifikasi sudah sekitar 40 ribu mobil listrik beredar di Indonesia pada 2022. Tapi kalau dilihat dari persentase itu naiknya ratusan persen,” jelas dia.
Taufik menjelaskan bahwa insentif mobil listrik yang bakal diterapkan di Indonesia menggunakan konsep teknokratik. Ini hampir sama dengan penerapan yang dilakukan pemerintah Thailand.
Sekedar informasi, mobil listrik di Thailand yang memiliki kapasitas sampai 30 kWh/jam mendapatkan insentif 70 ribu baht atau setara dengan Rp 32 juta. Sedangkan mobil listrik di atas 30 kWh/jam menerima insentif skitar 140 ribu baht (Rp 70 juta).
“Pendekatan teknokratik itu pertama yaitu melalui TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri). Itu pasti semua bangsa itu ingin nilai tambah dari dalam negerinya. Kedua, untuk fairness adalah power dari listrik itu sendiri atau baterai,” ujar Taufik.
“Pendekatan kita sebetulnya hampir sama, cuma ini kita buat tiga. Jadi di bawah 30 (kWh) kan ada mobil yang kecil-kecil. Lalu kalau ada yang punya kapasitas baterainya lebih tinggi, antara 30-50 kWh, lalu 50 kWh ke atas. Hybrid itu kan juga punya kontribusi 50 persen mengurangi bahan bakar fosil,” tambah dia.
Baca juga: Jokowi Dukung PSI untuk Kawal Hilirisasi Baterai Kendaraan Listrik
ANTARA
Ingin berdiskusi dengan redaksi mengenai artikel di atas? Mari bergabung di grup Telegram GoOto