TEMPO.CO, Jakarta - Berdasarkan data milik Jasa Raharja, per Desember 2022, sebanyak 43,76 persen kendaraan yang beroperasi di Indonesia masih belum membayar pajak. Sementara untuk kendaraan yang telah melakukan kewajiban pajaknya tercatat sebanyak 56,24 persen.
Menurut Dirregident Korlantas Polri Brigjen Pol Yusri Yunus, banyak pemilik kendaraan yang nunggak pajak ini disebabkan mahalnya pajak untuk kendaraan, khusus untuk bea balik nama kendaraan (BBN). Apalagi, di Indonesia, banyak masyarakat yang memilih untuk membeli kendaraan bekas.
"Yang plaing utama permasalahan dari masyarakat adalah 'Pak, bayar pajak balik namanya mahal pak', padahal budaya di Indonesia ini banyak membeli kendaraan bekas," kata Yusri dalam konferensi pers, dikutip Tempo hari ini, Senin, 6 Februari 2023.
Yusri mengakui bahwa masyarakat Indonesia sejatinya taat dan ingin mambayar pajak kendaraannya. Namun biaya pajak yang mahal membuat banyak masyarakat menunda kewajiban pajaknya dan menunggu hingga ada program pemutihan pajak yang dikeluarkan pemerintah daerah setempat.
"Saya pribadi sampaikan, masyarakat Indonesia ini bukan tidak patuh, ingin bayar pajak tapi ingin enak. Enaknya apa? balik namanya tolong dinolkan saja," ucapnya.
Pajak Progresif dan Bea Balik Nama Bakal Dihapus
Pemerintah sendiri melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendari) telah mengusulkan penghapusan Pajak Progresif dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB II). Mereka meminta agar Pemerintah Daerah (Pemda) segera melaksanakan kewenangan tersebut.
"Sebagaimana amanah UU No 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD), sudah mengatur penghapusan BBN 2. Pemerintah provinsi dapat melakukan pelepasan ini karena mereka memiliki kewenangan untuk membebaskan, mengeringkan, dan membebaskan pajak," kata Direktur Jenderal (Dirjen) ) Bina Keuangan Daerah Kemendagri Agus Fatoni, dikutip dari laman NTMC Polri.
Fatoni berharap dengan penghapusan Pajak Progresif dan BBN 2 ini, masyarakat bisa lebih meningkatkan kepatuhannya dalam membayar pajak. Apalagi saat ini banyak pemilik kendaraan yang menggunakan data orang lain agar tidak terkena pajak progresif.
Senada dengan Fatoni, Direktur Utama Jasa Raharja Rivan A. Purwantono mengatakan pelaksaan pajak ini merupakan bentuk relaksasi dari tahap implementasi UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 74, terkait penghapusan data kendaraan yang menunggak pajak 2 tahun.
Rivan menyatakan saat ini Tim Pembina Samsat Nasional yang terdiri dari Korlantas Polri, Jasa Raharja, dan Kemendagri tengah mengkaji kebijakan penghapusan Pajak Progresif dan BBN 2. Diharapkan rencana ini dapat membuat masyarakat lebih tergugah untuk segera mengurus administrasi kendaraannya dan membayar pajak .
"Oleh karena itu, otomatis juga ikut andil dalam perlindungan negara melalui Jasa Raharja, karena di situ ada Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ)," ucap Rivan.
Kebijakan penghapusan pajak ini dicanangkan karena banyak pemilik kendaraan yang enggan melakukan balik nama atas kendaraan bekas yang dibelinya. Akibatnya, Pemda akan kehilangan potensi penerimaan dari pajak kendaraan bermotor tersebut.
Baca juga: Begini Cara dan Persyaratan Urus STNK Lewat Aplikasi Signal
Ingin berdiskusi dengan redaksi mengenai artikel di atas? Mari bergabung di grup Telegram GoOto