'Kami Klub Motor Ceper, Bukan Geng Motor '  
Reporter: Tempo.co
Editor: Tempo.co
Senin, 16 April 2012 14:53 WIB
Motor Ceper. TEMPO/Febrianti
Iklan
Iklan

TEMPO.CO, Padang - Petang itu, Sabtu, 14 April 2012, puluhan remaja berusia belasan tahun tampak menunggangi sepeda motor ceper. Mereka beriringan menyusuri jalan raya di sepanjang kawasan Pantai Padang, Sumatera Barat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mereka bersenda gurau, ketawa-ketiwi, dan saling meledek satus sama lain, tak terpengaruh oleh kendaraan yang melintas di sisinya dengan kecepatan melebihi 60 kilometer per jam.  Anak-anak tanggung itu, kalau boleh disebut demikian, memacu kendaraannya tak lebih dari 20 kilometer per jam sembari menikmati temaram senja yang ditingkai dengan deburan ombak pantai.

Kendaraan yang mereka naiki disebut sepeda motor ceper dari berbagai merek, tetapi memiliki kesamaan, yakni sama-sama “dekat ke bumi”. Maksudnya, motor mereka lebih rendah dari motor standar pada umumnya karena bannya tipis dan shockbreaker-nya rendah sehingga motor ceper ini hampir bergesekan dengan tanah.

Bukan itu saja yang bikin sepeda motor ceper unik. Aksesoris lainnya juga membuat motor ceper menarik perhatian orang. Motor ceper dilengkapi pula dengan speaker yang menyajikan musik khas Amerika Latin reage, musik kegemaran anak motor ceper. Tak cukup di situ, ada yang menambahkan dengan lampu neon kerlap-kerlip saat dikendarai.  Bahkan, sebagian besar menambahi motornya dengan gantungan boneka beruang seukuran jempol pria dewasa.

“Biar lebih imut, motornya imut, dan hiasannya juga imut,” kata Ilham, salah satu pemilik motor ceper.

“Saya  sendiri yang menceperkan motornya dengan cara mengganti shockbreaker dan ban. Aksesorisnya hasil kreasi sendiri sehingga motornya jadi kelihatan beda dengan yang lain. Asyik untuk diajak putar-putar kota sama teman motor ceper lainnya,” kata Ilham yang saat ini masih duduk di bangku SMK I Padang dan suka otomotif serta hobi mengotak-atik sepeda motor ini kepada Tempo, Sabtu, 14 April 2012.

Komunitas sepeda motor ceper sedang marak di Padang. Kalau dijumlah, anak-anak muda penggemar sepeda motor ceper bisa mencapai ratusan orang yang tergabung dengan puluhan komunitas. Saban petang, mereka mangkal di berbagai lokasi seperti di Pantai Padang dan di persimpangan jalan.

Menurut Nanit, Ketua Comunity Motor Santai (CMS) Padang, pemilik sepeda motor ceper di Padang dan Sumatera Barat kerap kumpul bareng dan menggelar acara bersama seperti saat merayakan ulang tahun salah satu komunitas.

“Sesama pemilik motor ceper ini memiliki hubungan sangat erat, solidaritas yang tinggi, dan bahkan se-Indonesia seperti sudah menjadi keluarga besar. Walaupun tidak saling kenal, komunitas ini membuat kami bisa menambah pertemanan,” kata Nanit.

Kelebihan komunitas sepeda motor ceper ini, kata Nanit, adalah antiugal-ugalan dan taat peraturan lalu lintas. “Kami tidak seperti geng motor. Kami taat aturan lalu lintas, cinta damai, dan antinarkoba,” kata siswa SMK 1 Padang ini.

Ia mengatakan, orang tua para remaja pemilik motor ceper juga mendukung hobi anaknya, “Kami tak mungkin ugal-ulan di jalan, dengan  motor ceper gimana bisa ugal-ugalan,” katanya.

Kesulitan naik sepeda motor ceper, menurut dia, adakag ketika ketemu jalan yang jelek, berlubang, berbatu  dan tidak beraspal sehingga jalan sepeda motornya lebih lama dan perlu hati-hati.

“Tapi karena itu jadinya melatih kesabaran kami dan lebih banyak lagi sukanya karena punya banyak teman,” katanya.

Walaupun ban sepeda motornya lebih rendah, menurut dia, hal ini tidak melanggar peraturan lalu lintas karena ban untuk ceper dijual khusus dengan standar SNI. “Kalau terlalu ceper atau memakai ban yang kandas memang tidak boleh, tapi ban ceper kami sudah sesuai standar. Anggota komunitas kami juga belum pernah ditilang polisi karena kami pakai helm dan kaca spion lengkap, juga tidak ngebut,” katanya.

Sepeda motor ceper juga dijadikan alat untuk terapi ngebut dan melatih kesabaran. Rafi, salah satu pemilik motor ceper, mengatakan sebelumnya dia berulang kali kecelakaan sepeda motor karena suka ngebut. “Saat terakhir kecelakaan tahun lalu, sepeda motor saya rusak dan terpaksa diceperkan. Ternyata setelah menjadi ceper, asyik juga. Saya bisa melatih kesabaran, tidak ngebut lagi, paling cepat 60 km per jam, dan dengan motor ceper ini saya juga punya komunitas dengan sesama pemilik motor ceper lainnya,” kata Rafi.

FEBRIANTI

Iklan

 

 

 

BERITA TERKAIT


Rekomendasi