Cerita WNI Soal Rumitnya Membeli Mobil di Jepang
Reporter
Wawan Priyanto
Editor
Eko Ari Wibowo
Selasa, 24 Oktober 2017 14:38 WIB
TEMPO.CO, Tokyo - Di Indonesia, membeli mobil itu semudah membalikkan telapak tangan. Datang ke showroom, tunjuk modelnya, bayar, seminggu kemudian dikirim ke rumah. Bahkan, hanya modal KTP dan uang panjar lewat mekanisme kredit, calon pembeli bisa memiliki mobil yang menjadi idaman.
Di Jepang sebaliknya. Seorang penjual mobil bisa menjual satu mobil sebulan itu sudah prestasi sangat bagus. Bukan jualannya yang sulit, tapi membelinya yang tak mudah.
Baca: 2020, Toyota Indonesia Targetkan TKDN 90 Persen
“Sekalipun punya uang banyak, belum tentu bisa membeli mobil,” kata Ping, warga negara Indonesia yang kini menetap di Jepang dan berprofesi sebagai tour guide, Selasa, 24 Oktober 2017.
Menurut Ping, salah satu syarat utama untuk membeli mobil adalah harus memiliki surat izin mengemudi (SIM). Nah, masalahnya, membuat SIM di Jepang tak semudah di Indonesia. Selain ujian yang sulit, biaya untuk pembuatan SIM di Jepang sangat mahal. “Sekitar 350 ribu yen atau Rp 40 juta,” ujarnya.
Syarat lain yang tak kalah sulit adalah calon pembeli mobil harus memiliki lahan parkir. Sebab, biaya parkir di Jepang merupakan salah satu yang termahal di dunia.
Baca: Paris Ingin Hentikan Penggunaan Mobil Diesel Mulai 2024
“Ukuran ruang parkir juga menentukan model mobil yang akan dibeli. Misalnya, jika hanya punya lahan parkir untuk mobil sejenis Honda Jazz atau Toyota Yaris, calon pembeli tidak bisa membeli mobil dengan ukuran lebih besar, seperti Toyota Alphard,” tuturnya.
Saksikan: Tokyo Motor Show 2017 Dibuka, Toyota Pamer 8 Mobil Konsep