Ini Alasan Mobil Hybrid Lebih Mahal Daripada Mesin Konvensional
Reporter
Antara
Editor
Eko Ari Wibowo
Selasa, 14 November 2017 10:11 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Eksekutif GM PT Toyota Astra Motor (TAM) Franciscus Soerjopranoto mengatakan mobil hybrid di Indonesia dipersepsikan kendaraan mewah. Diakuinya, TAM sebagai distributor utama Toyota di Indonesia hanya memasarkan kendaraan hybrid untuk menengah atas seperti sedan Camry dan van Alphard.
"Sedangkan Prius (pioner mobil hibrid Toyota) hanya dipasarkan on the spot, tergantung pesanan," ujarnya, Senin 13 November 2017.
Menurut dia, harga Prius generasi ke-4 dengan mesin 2ZR-FXE 4-silinder 1.8L mencapai Rp850 juta per unit. Bandingkan dengan harga Toyota Altis dengan kapasitas mesin yang sama hanya sekitar Rp426 juta sampai Rp464 juta per unit (on the road Jakarta).
Baca: Menteri Airlangga: Regulasi Mobil listrik Selesai Akhir 2017
"Pajak kendaraan di Indonesia itu mencapai sekitar 40 persen, makanya selisih mobil hibrid dan biasa lumayan besar," kata Soerjo menanggapi mahalnya mobil hibrid.
Citra kepemilikan mobil hybrid di Indonesia, bukan soal ramah lingkungan, tapi gengsi dan mewah. "Berdasarkan survei yang kami lakukan, konsumen menganggap mobil hibrid adalah lambang gengsi dan mewah. Ada pride-nya," kata Soerjopranoto.
Persepsi konsumen itu tentu saja terkait dengan kebijakan Pemerintah Indonesia yang masih menerapkan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) yang sama dengan mobil konvensional.
Padahal, mobil hybrid dengan teknologi yang lebih canggih pastinya lebih mahal dibandingkan kendaraan konvensional. Mobil hybrid memiliki dua mesin penggerak yaitu motor bensin dan motor listrik, sehingga lebih hemat bahan bakar dan ramah lingkungan.
Di negara maju, termasuk Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa, pembelian kendaraan ramah lingkungan mendapat insentif dari pemerintah, baik berupa pajak maupun potongan harga, sehingga harga kendaraan tersebut bisa bersaing dan mobil konvensional yang hanya berbahan bakar fosil.
Baca: Lexus Incar Segmen Mobil Hybrid, CT 200h Jadi Andalan
Pihaknya masih menunggu kebijakan kongkrit Pemerintah Indonesia yang berencana menerapkan aturan semakin rendah emisi karbon (CO2), semakin rendah pula pajak kendaraannya. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto telah menargetkan pada 2025 sebanyak 20 persen produksi kendaraan harus bertenaga listrik.