TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berencana untuk memberi tambahan insentif mobil hybrid atau hybrid electric vehicle (HEV). Itu dipertimbangkan karena mobil hybrid dinilai mampu mengurangi emisi karbon hingga 49 persen.
Informasi tersebut disampaikan langsung oleh Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Taufiek Bawazier. Ia mengatakan bahwa dasar pemberian insentif adalah emisi karbon yang dikeluarkan mobil hybrid.
Menurut dia, semakin rendah emisi yang dikeluarkan, maka mobil hybrid layak diberikan insentif. Namun sampai saat ini Taufiek Bawazier belum merumuskan rencana insentif mobil hybrid tersebut.
“Sebetulnya kami sudah inisiasi, analisis ke depan sampai 2060 itu adalah carbon reduction artinya yang diukur adalah sampai berapa besar industri atau manufaktur menghasilkan suatu produk yang mampu menurunkan emisi karbon,” kata dia, dikutip Tempo.co dari Antara.
Lebih lanjut dirinya menjelaskan, jika jenis kendaraan tertentu mampu menurunkan emisi karbon dari ambang batas yang ditentukan, maka mobil tersebut harus mendapatkan reward berupa insentif.
Agar bisa menerapkan insentif mobil hybrid, kata Taufiek, pemerintah perlu melakukan semacam survey untuk mendata setiap produk untuk menentukan ambang batas rata-rata yang bisa digunakan sebagai acuan penurunan emisi.
“Kami tidak tahu persis perusahaan A, B, C, D, produknya maka kita perlu sensus setiap produk perusahaan A, B, C, D, dia punya produk apa dan average threshold yang bisa kita gunakan untuk nasional itu seperti apa dan kita benchmark dengan negara lain,” katanya.
Sementara itu, pengamat otomotif LPEM Universitas Indonesia Riyanto menyebutkan bahwa mobil hybrid lebih cocok digunakan di era transisi menuju elektrifikasi. Karena harga mobil hybrid cenderung lebih murah dibandingkan dengan mobil listrik.
Pilihan Editor: Momen Ridwan Kamil Kunjungi Kantor Pusat Wuling di Cina
Ingin berdiskusi dengan redaksi mengenai artikel di atas? Mari bergabung di grup Telegram GoOto