TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai perlu adanya lembaga khusus yang bertugas mengawasi peredaran produk otomotif di Tanah Air. Ini merupakan buntut dari kasus rangka eSAF keropos (Enhanced Smart Architecture Frame) pada motor Honda.
Kepala Bagian Publikasi YLKI Agus Sujatno mengatakan bahwa sejauh ini Indonesia belum memiliki lembaga khusus yang mengawasi peredaran produk otomotif. Lembaga ini perlu dibentuk untuk mengawasi produk-produk otomotif yang dipasarkan di Tanah Air.
Baca juga:
"Ini menjadi catatan bagi pemerintah untuk membentuk badan tersebut atau memperluas kewenangan lembaga atau kementerian untuk meminta produsen melakukan recall," ujar Agus saat dihubungi Tempo hari ini, Rabu, 23 Agustus 2023.
Memang saat ini Indonesia belum memiliki lembaga yang mengawasi peredaran kendaraan di pasaran, termasuk untuk memerintahkan sebuah pabrikan melakukan penarikan kembali atau recall.
Tidak seperti di Amerika Serikat yang memiliki lembaga National Highway Traffic Safety Administration (NHTSA). Mereka bertindak sebagai lembaga keselamatan transportasi di Negeri Paman Sam.
NHTSA memiliki tugas menetapkan standar keselamatan kendaraan bermotor, pencegahan terhadap pencurian kendaraan, memerintahkan produsen untuk melakukan recall, hingga memberikan lisensi bagi produsen dan importir kendaraan.
Di Indonesia, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah mengeluarkan aturan terkait recall mobil dan motor yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 33 tahun 2018. Beleid tersebut mengatur tentang Pengujian Tipe Kendaraan Bermotor, menggantikan Keputusan Menteri (KM) No. 9 tahun 2004.
Dalam aturan tersebut, penarikan kembali bagi produk yang bermasalah sudah mulai terbuka dilakukan produsen otomotif. Soal recall tertuang pada BAB XIII tentang Ketentuan Lain-lain, sementara untuk recall terperinci bakal diterbitkan melalui Peraturan Menteri Perhubungan secara khusus.
Berikut adalah ketentuan recall berdasarkan Permenhub Nomor 33/2018 Ayat 6 Pasal 79.
Pasal 79
- Terhadap Kendaraan Bermotor yang telah memiliki SUT atau Surat Keputusan Rancang Bangun yang ditemukan cacat produksi, mempengaruhi aspek keselamatan, dan bersifat massal, wajib dilakukan penarikan kembali untuk dilakukan perbaikan.
- Kendaraan Bermotor yang ditemukan cacat produksi, dan mempengaruhi aspek keselamatan serta bersifat massal, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: Cacat desain; atau Kesalahan produksi.
- Terhadap kendaraan bermotor yang ditemukan cacat produksi, dan mempengaruhi aspek keselamatan serta bersifat massal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perusahaan pembuat, perakit, pengimpor wajib melaporkan kepada Menteri sebelum dilakukan penarikan kembali untuk dilakukan perbaikan.
- Perusahaan pembuat, perakit, pengimpor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib bertanggungjawab untuk melakukan perbaikan terhadap kendaraan bermotor yang ditemukan cacat produksi, dan mempengaruhi aspek keselamatan serta bersifat massal.
- Terhadap kendaraan bermotor yang telah dilakukan perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib dilaporkan kembali kepada Menteri.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan kembali kendaraan bermotor yang ditemukan cacat produksi, dan mempengaruhi aspek keselamatan serta bersifat massal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri tersendiri.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan bahwa recall produk perlu dilakukan apabila adanya cacat. Recall ini harus dilakukan dengan sendirinya oleh produsen jika sudah menemukan banyak bukti soal kecacatan produk.
"Tidak perlu diminta, bisa inisiatif sendiri. Banyak yang sudah melakukan di sektor otomotif, tapi bersifat tertutup," ujar Tulus kepada Tempo.
Pilihan Editor: Tilang Uji Emisi Mulai Dicoba di Jakarta pada 25 Agustus 2023
Ingin berdiskusi dengan redaksi mengenai artikel di atas? Mari bergabung di grup Telegram GoOto