TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu mengomentari soal rencana investasi VinFast di Indonesia. Menurutnya, kehadiran pabrikan mobil listrik asal Vietnam ini dapat memberikan dampak baik bagi industri kendaraan listrik dan perekonomian di Tanah Air.
"Setelah upaya yang tidak berhasil menarik Tesla, kesuksesan dalam menggaet VinFast menjadi kemenangan penting bagi Indonesia dalam diplomasi ekonomi dan industri di kancah internasional," kata Yannes kepada Tempo pada hari ini, Senin, 20 November 2023.
Yannes menilai, meskipun VinFast terbilang baru dalam industri otomotif, namun perusahaan ini telah menunjukkan kemampuan dalam teknologi kendaraan listrik. Berbeda dengan Tesla, VinFast sendiri masih dalam tahap awal membangun industri kendaraan listrik.
"VinFast sedang memperluas ke pasar global, termasuk rencana masuk ke pasar Amerika Serikat, langkah penting meskipun masih dalam fase ekspansi awal, berbeda dengan Tesla yang telah jauh lebih kuat di pasar internasional," ucapnya.
Yannes mengatakan, harga mobil listrik VinFast dikabarkan mulai sebanding dengan Tesla. Ini dinilai menjadi bukti bahwa mereka tengah berupaya memperkuat mereknya dengan memulai bisnis kendaraan listrik melalui strategi bersaing di segmen harga yang sama.
"Namun, beberapa kasus VinFast yang sempat menghadapi kendala seperti recall kendaraan EV-nya, menandakan betapa kuatnya tantangan mereka dalam kualitas dan keandalan, di mana Tesla lebih berpengalaman dengan rekam jejak mapan. Tesla memiliki keunggulan sebagai merek yang sudah dikenal, sementara VinFast masih membangun kepercayaan dan pengakuan konsumen," ujarnya.
Lebih lanjut Yannes menyebut VinFast masih memerlukan waktu untuk bisa mencapai pengakuan dan pengaruh yang sama dengan Tesla. VinFast telah memiliki strategi untuk mencapai hal tersebut, salah satunya dengan mengekspansi pasar-pasar yang belum tersentuh oleh Tesla, salah satunya adalah ASEAN.
Mobil listrik VinFast telah memiliki bekal berupa keunggulan produk kendaraan listrik seperti desain dan teknologi termutakhir, termasuk fitur keselamatan terbaru. Namun VinFast juga masih memiliki kekurangan, yakni pengalamannya di industri otomotif yang dinilai masih belum bisa memengaruhi persepsi keandalan dan kualitas.
"VinFast masih dalam proses membangun pangsa pasarnya dan belum memiliki pengakuan merek sebanding dengan Tesla dan Toyota. Belum lagi mereka harus berkompetisi dengan merek-merek EV yang sudah semakin mapan di Indonesia," ucap Yannes.
"Seperti Hyundai yang sudah menancapkan akarnya mulai dari membangun industri hulu (baterai) hingga produk mobilnya di pasar Indonesia, termasuk juga Wuling yang sudah menguasai segmen pasar bawah EV Indonesia. Ditambah masuknya pemain raksasa EV dunia yang sedang berkembang pesat saat ini, yaitu BYD," tambah dia.
VinFast sendiri akan menggelontorkan dana sebesar $ 1,2 miliar atau sekitar Rp 18,4 triliun untuk investasi jangka panjang di Indonesia, termasuk untuk pembangunan pabrik di Tanah Air. VinFast dikabarkan bakal memulai penjualan mobil listriknya di tahun depan dan membangun pabrik pada 2026.
Dari total investasi tersebut, sebesar $ 200 juta atau sekitar Rp 3 triliun akan digunakan untuk pabrik VinFast di Indonesia. Fasilitas produksi tersebut diklaim akan memiliki kapasitas 30.000 sampai dengan 50.000 unit setiap tahunnya.
YOHANES PASKALIS | DICKY KURNIAWAN
Pilihan Editor: Rider Pertamina Mandalika Kesulitan Menyalip di Moto2 Qatar 2023
Ingin berdiskusi dengan redaksi mengenai artikel di atas? Mari bergabung di membership.tempo.co/komunitas pilih grup GoOto