TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu menyoroti beberapa tantangan yang harus dihadapi pemerintah dan produsen otomotif di tengah bertumbuhnya pasar mobil listrik Indonesia.
Yannes mengatakan tantangan pertama yang harus dihadapi adalah kesiapan infrastruktur pendukung. Kemudian, produsen otomotif juga harus memastikan ketersediaan layanan 3S, yakni sales, service, dan spareparts.
Baca juga:
"Serta upaya untuk mengatasi kekhawatiran konsumen tentang jangkauan kendaraan dan waktu pengisian baterai perlu semakin jadi perhatian, agar EV dapat semakin unggul di atas mobil hybrid, apalagi mobil ICE," kata Yannes saat dihubungi Tempo hari ini, Senin, 19 Februari 2024.
Lebih lanjut dia menjelaskan, untuk bisa mempercepat adopsi kendaraan listrik di Indonesia, perlu ada dorongan lebih untuk kolaborasi antara pemerintah, Pertamina, PLN, dan produsen EV. Salah satunya adalah dengan mempercepat pembangunan infrastruktur pendukung seperti SPKLU (stasiun pengisian kendaraan listrik umum).
"Ini berpotensi untuk semakin memicu penurunan harga kendaraan listrik secara keseluruhan, head to head dengan mobil-mobil hybrid Jepang. Kemudian, berpotensi untuk membuatnya semakin terjangkau bagi konsumen Indonesia," ujarnya.
Terlepas dari itu, Yannes Martinus Pasaribu juga mengungkapkan alasan mengapa harga mobil listrik di Indonesia saat ini sudah hampir sama dengan mobil bensin atau ICE (internal combustion engine). Menurut dia, ini tidak terlepas dari dominasi pabrikan Cina di pasar EV Tanah Air.
"Dominasi mobil listrik Cina dan masuknya Vietnam di pasar Indonesia dapat mendorong podusen lokal dan merek global lainnya untuk meningkatkan inovasi dan menawarkan produk yang lebih kompetitif," ujar Yannes.
Pilihan Editor: Motor Listrik Alva One XP Meluncur di IIMS 2024, Harga Rp 38,5 Juta
Ingin berdiskusi dengan redaksi mengenai artikel di atas? Mari bergabung di membership.tempo.co/komunitas pilih grup GoOto