TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Direktur PT Hyundai Mobil Indonesia (HMI) Mukiat Sutikno menilai harmonisasi tarif pajak kendaraan bermotor paling efektif untuk mendongkrak pasar sedan di dalam negeri.
"Tanpa itu sedan sudah kehilangan satu daya saing, yakni harga," kata Mukiat, Kamis 22 Februari 2018.
Hyundai memiliki beberapa model impor yang dipasarkan di Indonesia, seperti Sonata 2.5 AT, Coupe 2.7 AT, Genesis 3,8 AT, dan Veloster 1,6 AT. Akan tetapi sepanjang tahun lalu, hanya model Sonata yang mencatat angka penjualan. Itu pun hanya 4 unit.
Baca: Begini Strategi Hyundai untuk Menguasai Segmen Taksi Premium
Mukiat mengatakan penurunan pajak akan membuat sedan termasuk Hyundai dilirik oleh konsumen otomotif Indonesia. “Kalau di luar hal tersebut sepertinya tidak,” katanya.
Dia menambahkan pemerintah bisa mempertimbangkan memberlakukan penurunan pajak bagi pabrikan yang memiliki komitmen untuk melakukan perakitan lokal. Namun, tidak perlu mensyaratkan penggunaan komponen lokal sebesar Kendaraan Bermotor Harga Murah dan Hemat Bahan Bakar (KBH2).
“Karena tetap kena PPnBM, tapi cuma dikurangi saja,” kata Mukiat.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37/2017, pemerintah membedakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sedan atau station wagon dengan kendaraan bermotor lain. Sedan berkubikasi mesin hingga 1.500 cc dikenai pajak sebesar 30 persen, sedangkan kubikasi mesin 1.500 cc sampai dengan 3.000 cc 40 persen. Tarif pajak tertinggi, yakni sebesar 125 persen diberikan kepada sedan dengan kapasitas mesin di atas 3.000 cc.
Baca: Perpajakan Sedan Akan Direvisi, Hyundai Kaji Perakitan Lokal
Tarif pajak tersebut jauh berbeda dengan jenis kendaraan lain yang memiliki kubikasi mesin kurang dari 1.500 cc sampai dengan 2.500 cc. Kendaraan selain sedan dikenai PPnBM sebesar 10 persen —20 persen.