TEMPO.CO, Jakarta - Persaingan para produsen kendaraan listrik di dunia rupanya memunculkan tantangan, terutama selama masa transisi dari mesin konvesional. Menurut Volkswagen, tantangan itu adalah pengadaan baterai mobil listrik.
"Topik yang paling menantang bukanlah meningkatkan pabrik mobil. Topik yang paling menantang adalah meningkatkan rantai pasokan baterai," kata Chief Financial Officer Volkswagen (VW) Arno Antlitz, dikutip dari Reuters hari ini, Sabtu, 2 JUli 2022.
Tantangan produksi baterai mobil listrik atau kendaraan listrik mencuat menyusul kesepakatan Uni Eropa untuk menghapus mobil bermesin pembakaran hanya dalam waktu 12 tahun demi memerangi perubahan iklim. Uni Eropa juga mengharuskan emisi nol CO2 mulai 2035. Kebijakan tersebut membuat perusahaan otomotif tidak menjual mobil mesin pembakaran internal (ICE).
Itu sebabnya mereka berlomba mengamankan pasokan sel baterai. Kegagalan mendapatkan pasokan bahan baterai mobil listrik berupa lithium, nikel, mangan, atau kobalt akan menghambat peralihan ke kendaraan listrik. Di sisi lain, harga mobil listrik menjadi mahal sehingga mengurangi keuntungan produsen mobil.
Chief Executive Officer Stellantis Carlos Tavares memperkirakan kekurangan baterai EV akan melanda industri otomotif pada 2024-2025 karena produsen sibuk meningkatkan penjualan mobil listrik sambil membangun pabrik baterai. Stellantis oun memutuskan akan menjual mobil listrik mulai 2030.
Indonesia bakal menjadi sorotan para produsen mobil listrik karena kekayaan kandungan bahan baterai mobil listrik, seperti nikel yang diklaim kandungan terbesar dunia ada di Nusantara. Hyundai dan Tesla Inc. telah bekerjasama dengan Pemerintah Indonesia untuk memuluskan produksi mobil listrik mereka. Bagaimana produsen yang lain?
JOBPIE
Baca: BYD akan Menjadi Pemasok Baterai Mobil Listrik Tesla
Ingin berdiskusi dengan redaksi mengenai artikel di atas? Mari bergabung di grup Telegram GoOto.