TEMPO.CO, Jakarta - Korps lalu Lintas atau Korlantas Polri sudah mewajibkan masyarakat yang akan membuat surat izin mengemudi atau SIM untuk menyertakan sertifikat mengemudi. Berkaitan dengan hal tersebut, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto, memberikan tanggapannya.
"Ini salah satu langkah yang bagus. Namun, dalam penerapannya harus hati-hati dan kalau tidak cermat dapat menyebabkan adanya pungutan liar (pungli)," kata Rukminto, dikutip dari laman Antara.
Selain itu, Rukminto juga menyatakan bahwa masalah lain dari adanya aturan tersebut adalah adanya pihak yang memberi izin kepada lembaga kursus mengemudi yang mengeluarkan sertifikat. Soal izin tersebut dia menilai bahwa itu tidak akan gratis.
"Persoalan ini akan bermuara lagi kepada kepolisian. Publik bisa saja dikenakan biaya tambahan khusus yang tidak murah," kata Rukminto.
Rukminto menjelaskan bahwa semua pungutan yang dipungut dari masyarakat harus melalui kesepakatan pemerintah dan DPR RI. Kepolisian tidak bisa membuat syarat layanan publik dengan memungut biaya sendiri tanpa landasan aturan terkait pungutan biaya.
"Sesuai dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak. Aturan itu menyebutkan bahwa segala pungutan yang dibebankan kepada masyarakat harus seizin Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)," kata Rukminto.
Sebelumnya, pemohon SIM baru wajib memiliki sertifikasi mengemudi sesuai dengan Peraturan Polisi Nomor 2 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas Peraturan Kepolisian Negara Indonesia Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penerbitan dan Penandaan Surat Izin Mengemudi.
Berkaitan dengan aturan baru tersebut, Kasubdit SIM Ditregident Korlantas Polri Kombes Trijulianto Djati Utomo, menyatakan bahwa adanya sertifikasi mengemudi akan meningkatkan kualitas pengemudi di Indonesia dan menjadi salah satu upaya menurunkan tingkat pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas.
Pilihan Editor: Aturan Buat SIM Baru, Syarat dan Caranya Pakai Sertifikat Kursus