TEMPO.CO, Jakarta - Jepang melarang ekspor beberapa barang seperti baja, produk plastik, suku cadang elektronik, hingga mobil berkapasitas mesin 1.900cc atau lebih ke Rusia. Langkah ini merupakan bentuk sanski Jepang terhadap Rusia pasca invasi yang dilakukan negara tersebut ke Ukraina.
Melansir laman Carscoops hari ini, Senin, 31 Juli 2023, pada Mei lalu, para kepala negara bertemu di Hiroshima untuk KTT G7. Pertemuan itu secara kolektif disepakati untuk membuat Rusia kekurangan teknologi dan peralatan yang berpotensi memicu upaya perang negara tersebut.
Beberapa perusahaan otomotif Jepang, Toyota dan Nissan juga telah menghentikan produksinya di Rusia, namun masih ada beberapa perusahaan mobil Jepang juga yang menjual mobil di negara tersebut. Dalam kasus tersebut, kendaraan sering kali diimpor secara paralel dengan banyak dibuat di Cina, bukan di Jepang, dan dijual melalui program mobil bekas dealer.
Penelitian terbaru menunjukkan upaya perang telah menghancurkan industri mobil baru Rusia. Sebelum invasi ke Ukraina, konsumen Rusia membeli sekitar 100.000 kendaraan per bulan, dan sekarang angkanya turun menjadi sekitar 25.000 per bulan.
Merek mobil Rusia, Lada justru mengalami peningkatan penjualan dan pabrikan mobil Cina memanfaatkan momen tersebut untuk menginvasi pasar otomotif Rusia. Di awal tahun, ekspor mobil Cina ke Rusia naik tiga kali lipat menjadi 140.000 unit dan merek mobil Cina, Geely, mengalami kenaikan penjualan sebesar 88 persen.
DICKY KURNIAWAN | CARSCOOPS
Pilihan Editor: Toyota Catat Penjualan 4,9 Juta Unit di Paruh Pertama 2023, Naik 5,1 Persen
Ingin berdiskusi dengan redaksi mengenai artikel di atas? Mari bergabung di grup Telegram GoOto