Mantan Ketua Nissan Motor Carlos Ghosn ditemani istrinya Carole Ghosn, tiba di tempat tinggalnya di Tokyo, Jepang, 8 Maret 2019. REUTERS/Issei Kato/File Photo
TEMPO.CO, Jakarta - Carlos Ghosn, mantan bos Nissan dan Aliansi Renault-Nissan-Mitsubishi, mengamini bahwa pabrikan mobil Jepang tersebut terlalu lambat dalam memproduksi mobil listrik.
Menurut Ghosn, kecepatan dalam transisi menuju elektrifikasi akan menentukan siapa yang akan menang perlombaan di antara produsen mobil global.
Carlos Ghosn kini bermasalah hukum dengan dugaan melakukan kesalahan keuangan selama masa jabatan di Nissan.
Dia menyebut Cina bermain indah dengan elektrifikasi.
“Pendatang baru seperti Tesla dan pabrikan dari Cina berada dalam posisi yang lebih baik daripada pabrikan lama. Pabrikan yang sudah mapan harus mempercepat elektrifikasi agar tetap kompetitif," ucapnya dalam sebuah wawancara yang dikutip Hindustan Times hari ini, Rabu, 15 Desember 2021.
Carlos Ghosn memainkan peran kunci di balik produksi Nissan Leaf EV pada Desember 2010. Dia menyatakan ketika mobil itu meluncur di pasaran, industri otomotif menertawakan Nissan. Setelah satu dekade, semua pembuat mobil berlomba membuat mobil listrik.
“Terus terang, untuk mobil ICE, tidak akan ada hari esok,” ucap Ghosn.
Nissan beberapa bulan lalu mengumumkan program produksi mobil listrik senilai USD 18 miliar. Strategi ini mencakup produksi 50 persen mobil listrik dari total produk Nissan akhir Maret 2031.
Carlos Ghosn menganggap strategi elektrifikasi Nissan tersebut terlalu lambat. Bahkan, dia menyebut Nissan tanpa visi di era baru ini.
"Mereka tidak tahu ke mana mereka pergi. Mereka tidak memiliki gambaran tentang transformasi teknologi besar yang sedang terjadi ini," tutur Carlos Ghosn tentang masa depan Nissan dan mobil listrik.