TEMPO.CO, Klaten - Produksi mobil perdesaan Mahesa Nusantara rintisan Sukiyat masih memerlukan proses panjang. Pemilik Kiat Motor Sukiyat bercerita baru memiliki lahan 4.500 meter persegi yang akan dijadikan pabrik. Namun, proses penemuan ide itu membutuhkan waktu selama 3,5 tahun. Sumber inspirasinya adalah grandong, sebutan bagi kendaraan hasil modifikasi dari mesin pertanian untuk alat angkut di pedesaan.
"Saya dibesarkan dari keluarga petani. Semangat pemuda sekarang untuk bertani mulai lesu. Harapan saya Mahesa dapat merangsang mereka agar mau kembali ke sawah," kata Sukiyat yang mengaku tidak lulus SMA, namun telah menimba banyak ilmu dari beberapa negara seperti Jepang dan Jerman.
Baca: Produksi Mobil Mahesa, Sukiyat: Ada Lahan 4.500 Meter Persegi
Bersama timnya yang tergabung dalam Institut Otomotif Indonesia (IOI), Sukiyat mulai mengerjakan purwarupa tiga jenis Mahesa pada 2016, yaitu double cabin, pick up, dan kendaraan peralatan pertanian. Untuk kendaraan peralatan pertanian, bagian belakangnya dapat disambungkan ke mesin pertanian seperti perontok padi hingga pompa air.
Adapun spesifikasinya menggunakan mesin diesel 650 cc dengan bahan bakar solar, berkecepatan maksimal 55 kilometer per jam, berukuran panjang 3,2 meter, lebar 1,5 meter, dan tinggi 1,8 meter. "Kendaraan ini didesain multifungsi. Bodinya lebih banyak dari bahan fiber," kata Sukiyat yang juga sebagai penasehat IOI.
Pada 17 September lalu, Presiden Jokowi mengunjungi bengkel Kiat Motor untuk menyaksikan purwarupa tiga jenis Mahesa. "Akan kami dorong untuk mendapatkan uji emisi dan sertifikasi. Tapi setelah itu apa? Itu yang saya tanyakan. Pak Kiat dan tim, business plan seperti apa? Bisa memproduksi tapi nanti marketingnya seperti apa, siapa yang membeli," kata Jokowi saat itu.
Baca: Jokowi Ingin Harga Mobil Desa Kompetitif
Menurut Sukiyat, Mahesa adalah buah dari pengalaman masa lalunya saat membuat mobil Esemka. "Waktu bikin mobil Esemka tujuan saya hanya transfer ilmu. Memang, membuat mobil lawannya banyak merek dari luar. Kalau Mahesa ini betul-betul kendaraan yang dibutuhkan di pedesaan. Harganya murah (berkisar Rp 60 - 70 juta sebelum pajak). Sama petani ya tidak murni bisnis, tapi social enterpreneur," kata Sukiyat.
Kini, Sukiyat bersama timnya masih mengurus bermacam persyaratan seperti uji emisi, uji tipe, dan sertifikasi agar mobil perdesaan Mahesa dapat segera diproduksi secara massal. "Teknologi itu tidak gampang. Kalau masyarakat cocok, senang, perusahaannya dibentuk, kumpulkan modal, tempat sementara menyewa dulu," kata Kiat. Dia optimistis produksi Mahesa bakal menyerap ribuan tenaga kerja.
DINDA LEO LISTY