TEMPO.CO, Jakarta - PT Sokonindo Automobile selaku agen pemegang merek Dongfeng Sokon (DFSK) di Indonesia punya dua produk Sport Utility Vehicle (SUV) yakni Glory 580 dan Glory 560. Meski sama-sama SUV namun DFSK menganggap keduanya memiliki segmen pasar yang berbeda.
Seperti yang disampaikan Managing Director PT Sokonindo Automobile of Sales Centre, Franz Wang, DFSK Glory 580 lebih menyasar pasar ekslusif, sedangkan Glory 560 lebih luas lagi segmen pasarnya.
"Berbicara mengenai segmen produk, meskipun DFSK Glory 560 dan Glory 580 sama-sama merupakan SUV berukuran sedang, keduanya memiliki segmen yang berbeda. Glory 580 ditargetkan untuk pasar eksklusif yang mendukung gaya hidupnya, sementara Glory 560 diluncurkan bagi pasar yang lebih luas," kata Wang di Indonesia International Motor Show 2019 atau IIMS 2019, Jumat, 26 April 2019.
Baca: Promo IIMS 2019: DFSK Tawarkan DP Ringan Hingga 0 Persen
Franz Wang juga menyebut, Glory 560 merupakan produk yang diluncurkan untuk melengkapi lini produk yang ditawarkan DFSK di Indonesia, yang sebelumnya diisi oleh DFSK Glory 580.
"Keduanya memiliki dimensi kendaraan yang berbeda. Konsep keduanya juga berbeda, di mana DFSK Glory 560 merefleksikan mereka yang hidup secara aktif, gemar mencari tantangan, penuh semangat dan menginginkan kehidupan yang lebih baik, sementara DFSK Glory 580 lebih menonjolkan desainnya mewah, elegan, dan stylish,” tuturya.
Baca: IIMS 2019: DFSK Glory 560 Dipasarkan Mulai Rp 189 Juta
DFSK Glory 560 ditawarkan dengan harga mulai dari Rp 189 juta – Rp 239 juta (on the road Jakarta). Sedangkan DFSK Glory 580 memiliki harga yang berada di atas dengan harga mulai dari Rp 245,9 – Rp 308 (on the road Jakarta). Sehingga harga yang ditawarkan DFSK Glory 560 lebih terjangkau untuk masyarakat Indonesia.
"Melihat sejumlah perbedaan tersebut, DFSK yakin kehadiran DFSK Glory 560 tidak akan memakan pangsa pasar yang sama dengan DFSK Glory 580. Mengingat keduanya memiliki karakteristik yang berbeda, posisi harga yang berbeda, dan pasar yang dituju juga berbeda," ujar Franz Wang.