TEMPO.CO, Jakarta - Usher menjadi salah satu daya tarik tersendiri dalam sebuah pameran otomotif. Usher yang bertugas menjadi pemanis dari sebuah merek otomotif dan sering terlihat berdiri di samping kendaraan yang sedang dipamerkan. Paras yang cantik dengan balutan busana yang seksi menjadi citra yang melekat pada profesi usher.
Dalam pameran otomotif besar seperti Gaikindo Indonesia International Auto Show atau GIIAS 2019, sejumlah APM berlomba-lomba menggunakan jasa usher sebagai brand ambassador dari produk yang dijualnya.
Untuk menjadi usher dari sebuah merek otomotif harus melalui serangkaian proses seleksi yang harus dilalui. Penampilan fisik yang cantik saja belum cukup untuk menjadi usher, namun juga dibutuhkan personal branding yang kuat serta wawasan yang luas khususnya bidang otomotif.
Nadine, salah satu usher di stan Suzuki pada penyelenggaraan GIIAS 2019. Dia mengatakan harus mengikuti pelatihan terlebih dahulu mengenai dasar-dasar pengetahuan produk atau kendaraan yang sedang dipamerkan. "Kita di-training untuk tahu produknya juga seperti spesifikasinya apa saja, terus pertanyaan yang paling banyak ditanya orang kayak warna dan harga," kata Nadine yang sudah dua kali menjadi usher di ajang GIIAS.
Hal ini juga yang terkadang membuat sebagian orang salah kaprah menganggap usher dengan sebutan sales promotion girl (SPG). Padahal kedua profesi ini mempunyai tugas pokok yang berbeda. Seorang usher tidak dituntut untuk menjual produk kepada pengunjung. Sedangkan SPG tugasnya menjual produk sehingga mendapatkan bonus dari hasil penjualan tersebut.
Usher ini kerap diidentikkan dengan wanita cantik yang tak jarang mendapat banyak perhatian dari pengunjung. Mulai dari yang hanya sekadar bertanya mengenai produk, meminta berfoto bersama, hingga sampai ada yang mengajak berkenalan sudah menjadi risiko seorang usher.
Pengalaman inilah yang selalu dirasakan oleh Ajeng Kurnia, gadis cantik yang bertugas sebagai usher di stan Daihatsu pada penyelenggaraan GIIAS 2019 di ICE BSD, Tangerang. "Dukanya jadi usher paling capek. Terus juga ada aja konsumen yang agak genit. Ada yang deketin terus minta nomer handphone tapi enggak saya kasih," kata Ajeng Kurnia yang sudah tiga kali menjadi usher di GIIAS.
Menyikapi hal tersebut, Ajeng mengaku sering menolak permintaan pengunjung yang menanyakan nomor teleponnya. Tentu dengan cara yang baik agar tidak menyakiti hati pengunjung tersebut. "Paling kita nolak secara halus aja. Misalnya kayak 'maaf pak kita lagi kerja dan enggak boleh kasih kontak ke orang'," kata dia.
Tak hanya sering menjadi sasaran modus pengunjung pameran, seorang usher juga harus menjalani tugas mendampingi produk yang dijual hingga berjam-jam. Bahkan, salah satu usher bernama Uli harus melakukan tugasnya berdiri selama 10 jam dalam sehari. "Aku kerja long shift 10 jam, istirahat dikasih dua jam setiap seperempat jam sekali, jadi dua kali istirahat," kata dia saat ditemui di stan Isuzu.
Agar tetap prima dalam menjalankan tugas, Uli mengaku harus pandai mengatur waktu istirahat dan selaku rajin mengonsumsi vitamin agar kejadian tidak mengenakan saat dirinya terpaksa dirawat akibat kelelahan tidak terulang. "Aku pernah dirawat juga karena kecapean sampai tipes. Tapi enggak kapok dengan pekerjaan ini," ujar Uli.
Menjadi usher bisa mendapatkan bayaran atau gaji yang sangat menggiurkan. Ajeng Kurnia mengaku bisa mendapatkan bayaran berkisar hingga Rp1 juta dalam sehari bertugas sebagai usher.
"Kalau gaji sehari tergantung brand. Rate-nya dari Rp500 ribu sampai Rp1 juta lebih per shift. Tapi kita enggak ada bonus, mungkin kalo SPG ada bonusnya," kata Ajeng saat ditemui di stan Daihatsu dalam ajang GIIAS 2019.
Meski pekerjaan usher selalu diidentikkan dengan wanita cantik dan berpakaian seksi, namun tidak membuat Ajeng malu menjalankannya. Selain mendapat gaji yang besar jika dibandingkan bekerja formal di kantor, pekerjaan ini juga membuatnya bisa bertemu orang-orang baru.
"Lebih enak usher dari sisi bayaran jujur aja. Kan kalau gaji kantoran misalnya Rp4 juta per bulan, kalau usher itu satu event atau berapa hari aja sudah sama dengan gaji sebulan kerja kantoran," kata Ajeng yang sebelumnya pernah lama bekerja kantoran.
Uli juga mengungkapkan hal serupa. Ia mendapatkan bayaran yang lumayan selama penyelenggaraan GIIAS meski hanya menyebutkan kisaran angkanya saja. "Bayarannya bisa dari Rp2 juta sampai Rp2,5 juta sehari, jadi tinggal dikalikan saja berapa hari selama event," imbuhnya.
ANTARA