TEMPO.CO, Jakarta - Akademisi Unika Soegijapranata sekaligus Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat, Djoko Setijowarno berharap, Menteri Perhubungan, Budi Karya berkomitmen menerapkan Kebijakan Zero ODOL (Over Dimension Over Load) pada 2021. Dia meminta agar Budi, mengabaikan surat permintaan Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang yang meminta penundaan kebijakan hingga 2024.
Dalam keterangan pers yang diterima Tempo Djoko menyebut bahwa Menteri Perindustrian, bisa saja kurang memahami dan mengerti dampak negatif ODOL terhadap keberlangsungan perekonomian nasional. Menunda kata dia, berarti turut berkontribusi menambah angka kecelakaan lalu lintas dan makin membebani APBN/APBD.
Ya, menurut dia, dampak truk ODOL terhadap infrastruktur dan lingkungan telah menyebabkan kerusakan infrastruktur jalan, jembatan (runtuh atau putus), pelabuhan, dan bisa menyebabkan tingginya biaya perawatan infrastruktur. Data Kementerian PUPR, menyebutkan kerugian negara mencapai Rp 43 triliun untuk perbaikan jalan nasional akibat dilewati truk-truk ODOL Semua itu, menurut Djoko juga akan bermuara pada rendahnya tingkat keselamatan lalu lintas di jalan.
"Kendaraan ODOL dari sisi pengusaha angkutan bisa jadi menguntungkan dalam jangka pendek, karena dapat mengangkut lebih banyak dengan frekuensi yang lebih sedikit. Namun risiko bagi publik cukup besar, dari sisi risiko kecelakaan lalu lintas serta kerusakan jalan yang dilalui,"ujarnya.
Selain itu, pembengkakan anggaran pemeliharaan jalan yang tidak sebanding dengan penerimaan pajak dari aktivitas bisnis para pengusaha. Terutama mereka yang masih tetap menginginkan perpanjangan masa bebas ODOL hingga 2024.
Untuk itu, kata dia tindakan tegas dari pemerintah untuk penanganan ODOL akan bermanfaat bagi pengurangan berbagai risiko. Meski demikian, asosiasi dan beberapa pemangku kepentingan dianggap belum siap beradaptasi.
Selama kurun waktu tahun 2019, data Korlantas Polri mencatat terjadi 1.376.956 pelanggaran lalu lintas. Sebanyak 136.470 kendaraan (10 persen) melakukan pelanggaran kelebihan kapasitas beban dan kapasitas dimensi. Dalam sehari rata-rata 378 angkutan barang melanggar ODOL.
Pelanggaran ODOL menduduki peringkat keempat dari 11 jenis pelanggaran lalu lintas versi Korlantas Polri, setelah pelanggaran surat menyurat 388.841 (28 persen), pelanggaran marka 356.152 (26 persen), dan pelanggaran penggunaan sabuk keselamatan 224.600 (16 persen).
Terlepas dari itu semua, Djoko mengapresiasi perkembangan kebijakan bebas ODOL yang sudah dimulai sejak tahun 2017 hingga tahun 2020. Dimana kata dia, pemerintah setidaknya sudah melakukan empat hal, yaitu penguatan regulasi; sosialisasi, koordinasi dan kesepakatan; pelaksanaan program pendukung; dan penindakan dan penegakan hukum.
"Dari beberapa kesepakatan yang sudah dilakukan ada hal yang dianggap berhasil, seperti PT Astra Honda Motor memberlakukan pengangkutan sepeda motor tidak over dimension over loading, PT Pelindo melarang truk over dimension over loading melarang memasuki