TEMPO.CO, Jakarta - Simpang siur kabar soal larangan mudik akhirnya terjawab, Presiden Joko Widodo resmi melarang masyarakat untuk pulang kampung atau mudik pada musim lebaran tahun ini. Kebijakan ini akan berdampak ke sejumlah sektor bisnis, termasuk perusahaan angkutan umum, seperti Bus Antar Kota Antar Provinsi atau Bus AKAP.
Ketua Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI), Kurnia Lesani Adnan, mengatakan bahwa pemerintah terkesan memberikan arahan ke masyarakat untuk tidak menggunakan kendaraan umum atau moda transportasi yang jelas. Sementara di lapangan, tidak ada pengawasan untuk kendaraan biasa yang ia tengarai berkedok mobil pribadi.
"Pengawasan di lapangan tidak ketat," ujar Sani saat dihubungi Tempo, Selasa, 21 April 2020.
Situasi ini membuat perusahaan otobus makin terhimpit. Apalagi sebelumnya ada pembatasan angkutan penumpang bus menjadi 50 persen dari total kursi, plus tarif yang naik.
"Anehnya pemerintah tidak bisa melakukan pengawasan tegas di lapangan. Justru yang terjadi, orang beralih ke angkutan ilegal seperti MPV yang menjadi angkutan umum," ujarnya.
Pertanyaannya, kata dia, apakah pemerintah berani melakukan pengawasan tegas. Sehingga kebijakan itu agar bisa berlaku merata. "Sikap kami bisa saja akan pragmatis dan oportunis sekaligus. Kalau memang gak ada orang yang mudik, ya, kami pragmatis. Tapi kalau ada yang mau melakukan perjalanan di saat itu juga kami menjadi oportunis," ucapnya.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi baru saja mengumumkan larangan mudik hari ini. Langkah itu ditempuh sebagai bagian dari upaya pemerintah memimimalisir penyebaran virus corona yang korbannya terus bertambah sejak diumumkan awal Maret lalu.
"Hari ini, saya mengambil keputusan besar. Dalam rapat hari ini saya sampaikan bahwa mudik semuanya akan kita larang. Oleh karena itu, persiapan mengenai semua ini harap dipersiapkan," kata Jokowi via telekonferensi dari Istana Merdeka, Jakarta pada Selasa, 21 April 2020.