TEMPO.CO, Jakarta - Pembalap Indonesia Sean Gelael menjelaskan perbedaan dan kesulitan yang ia alami selama menjalani balapan ketahanan 24 jam. Itu ia sampaikan setelah bertarung di FIA World Endurance Championship (WEC) 24 Hours of Le Mans.
Wakil tim pabrikan JOTA tersebut mengatakan bahwa perbedaan yang signifikan dengan race biasa adalah balapan di malam hari. Dirinya menjelaskan bahwa butuh adaptasi untuk bisa mengatasi lintasan di waktu gelap.
“Sebenarnya gelap, karena (lintasan) tidak banyak lampu, tak seperti Sirkuit Yas Marina (Abu Dhabi). Jadi jauh lebih gelap. Lampu mobil juga tidak jauh tembakannya. Jadi, visibility-nya tidak terlalu baik,” katanya pada Senin, 23 Agustus 2021.
Lebih lanjut, Sean menjelaskan bahwa kesulitan yang ia alami selama menjalani balapan ketahanan 24 jam adalah jarak pandang. Karena menurutnya, race di malam hari sangat berbeda dengan balapan biasa.
“Perbedaan besarnya itu karena visibilitas (pandangannya) hanya 100 m. Kalau siang kan kita bisa lihat jauh, 1 km ke depan kita masih bisa lihat. Jadi yang paling sulit itu adalah persepsi jarak dengan speed-nya,” lanjut dia.
Sean dan rekan-rekan setimnya di JOTA, Stoffel Vandoorne dan Tom Blomqvist, berhasil menjadi yang tercepat kedua di FIA WEC 24 Hours of Le Mans kelas LMP2. Mereka hanya kalah cepat 0.727 detik dari Robin Frijns, Ferdinand Habsburg dan Charles Milesi (Team MTA).
Hasil ini membuat Sean Gelael berhasil menjadi pembalap teratas di klasemen sementara FIA WEC kelas LMP2 2021. Dirinya berhasil mengantongi 89 poin, sama seperti dua pembalap JOTA lainnya, Vandoorne dan Blomqvist.
Baca: Klasemen FIA WEC Kelas LMP2 2021: Sean Gelael Berada di Puncak